Rabu, 28 April 2021
Bacaan I: Kis 12:24 – 13:5a
Injil: Yoh 12:44-50
“PENYESALAN selalu datang terlambat,” kata seorang bapak pada anaknya.
“Seandainya bisa mengulang langkah hidup ini, saya pasti tidak akan gegabah mempermainkan perasaan isteriku,” kata anak itu pada bapaknya.
“Sudah berapa kali mulut bapakmu ini berucap, hati-hati dan jangan bermain api,” sahut bapaknya.
“Saya tidak ada niat dan keinginan untuk melukai kesetiaanku pada isteriku. Aku hanya ingin membantu teman yang sedang kesulitan,” kata anak itu.
“Mungkin dari pihakmu tidak ada niat, tetapi di pihak lain menangkap rasa yang berbeda,” kata bapak itu.
“Itulah kesalahan saya, Pak. Saya tidak peka dan tidak mendengar nasihat bapak,” jawab anaknya.
“Ini pelajaran yang sangat berharga,” kata bapaknya.
Pengalaman itu guru yang terbaik.
Walau kadang kita harus membayar mahal untuk menerima pengajaran dari pengalaman kita.
Ada harga yang harus kita bayar untuk mengikuti sekolah kehidupan ini.
Bukan sekedar materi, harta benda. Namun juga luka hati, kekecewaan serta rasa bersalah yang selalu menyelimuti hati sanubari.
Banyak nasihat dan bahkan sabda Tuhan yang kita dengar. Namun seakan tidak masuk di hati serta pikiran kita.
Sabda Tuhan itu seakan baru terdengar nyaring, tatkala kita ada di jurang kejatuhan.
Memang sebaiknya kita belajar dari pengalaman hidup orang lain dan mengambil hikmahnya.
Namun sering kali kita lupa dan harus masuk dalam lingkaran pembelajaran hidup yang begitu menguras energi dan rasa dengan segala kesusahannya.
Ketika kita tidak mendengar dan tidak mengikuti sabda Tuhan, kita sama saja dengan memilih berjalan berjalan dalam kegelapan.
Berjalan dalam kuasa nafsu dan keinginan diri sendiri, hingga bisa tersesat jauh dari terang Tuhan.
Barulah kita merindukan sang terang, ketika kita terantuk jatuh dalam kegelapan.
Apakah kita masih memiliki suara hati yang baik dan tetap mau setia melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan?