Jumat, 18 Februari 2022
- Yak. 2:14-24.26.
- Mzm: 112:1-2.3-4.5-6.
- Mrk. 8:34-9:1
BERANI memutuskan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan adalah salah satu syarat untuk menjadi pengikut Kristus.
Apalagi jika keputusan itu akan berakibat berpisahnya kita dengan keadaan nyaman yang biasa menyertai hidup kita.
“Saya bingung sekali, untuk membereskan halangan saya dalam membangun hidup rumah tangga,” kata seorang ibu.
“Dari pihak saya sudah tidak ada halangan karena suamiku sudah meninggal. Namun dari pihak calon, dia cerai hidup. Dan itu menjadi halangannya,” lanjutnya.
“Padahal kami sudah saling mencintai, dan selama ini saya jalan bareng dengan dia,” ujarnya.
“Maka ini pun menjadi omongan banyak orang bahwa saya tidak layak menyambut komuni, bila ikut Perayaan Ekaristi,” ujarnya lagi.
“Dan memang saya tahu diri, daripada menjadi batu sandungan umat, saya ikuti kewajiban saya sebagai orang Katolik. Namun saya ikuti aturan untuk tidak menyambut komuni,” katanya dengan getir.
“Romo, sudah tahu masalahku dan memang satu-satunya jalan saya tidak melanjutkan hubungan dengan pria itu sebagai calon pasangan hidup, sampai suaminya meninggal. Ini menjadi syarat yang sangat berat, karena selama ini hanya dia yang jadi sandaran hidupku,” katanya.
“Pasanganku mengajak menikah secara agama lain, namun saya tolak. Bagiku, ikut Kristus adalah keputusanku yang tidak akan pernah saya ingkari sampai mati,” katanya lagi.
“Dengan berat hati, saya mundur dan menata hidup untuk berpisah dengan lelaki itu, walaupun tidak mudah. Namun saya yakin bahwa Tuhan punya rencana yang indah bagi hidupku dan bagi temanku itu,” ujarnya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.”
Ada harga yang mesti dibayar untuk menyelamatkan nyawa kita, yakni memikul salib bersama Tuhan di dalam kehidupan ini.
Pilihan yang sulit mesti diambil daripada hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura baik, pura-pura semuanya sudah beres dan tidak bermasalah, padahal ada sesuatu yang disembunyikan.
Berani memilih Tuhan meski resikonya kita dibenci, dikucilkan, rugi secara ekonomi bahkan hidup dalam kesepian adalah sebuah konsekwensi kita dalam mengikuti Tuhan dengan memanggul salib kehidupan ini.
Bagaiamana dengan diriku?
Apakah aku berani memikul salib untuk menyelamatkan nyawaku?