UNIO adalah “organisasi” para imam praja (diosesan).
Imam-imam praja itu ibarat “pasukan organik” regulernya keuskupan. Alias, “tenaga kerja pastoral” benar-benar 100 prosen milik keuskupan.
Jadi, para imam religius yang berkarya di keuskupan-keuskupan itu secara organisatoris bukan “milik” keuskupan; melainkan kepunyaaan masing-masing tarekat religius tersebut.
Kepunyaan uskup ya para imam praja (diosesan); bukan para imam religius.
Nah, sekarang ini di masing-masing keuskupan sudah terbentuk unio. Termasuk sudah ada “organisasi” bernama Unio Indonesia dengan sejumlah anggota menjadi pengurus “organisasi” para imam praja se Indonesia ini; selain bahwa masing-masing Unio Keuskupan juga punya jajaran kepengurusannya sendiri-sendiri.
Sejarah Unio
Sekali waktu, Romo Blasius Pujaraharja menjadi Ketua Unio Keuskupan Agung Semarang.
Saat kemudian terpilih menjadi Uskup Keuskupan Ketapang di Kalbar, perhatian Mgr. Blasius Pujaraharja akan perlunya “tata kelola” menangani para imam praja semakin menjadi perhatian besanya.
Baca juga: Mgr. Blasius Pujaraharja, Inisiator dan Pendiri Gerakan Orangtua Asuh untuk Seminari (GOTAUS)
Gagasan Mgr. Blasius Pujaraharja untuk membentuk nukleus-nukleus Unio Keuskupan-keuskupan semakin terbuka, setiap kali sebagai imam -jauh sebelum menjadi uskup- sering dimintai memberi retret di banyak lokasi di seluruh Indonesia. Saat itulah, gagasannya ingin membentuk Unio-Unio Keuskupan semakin efektif bisa digulirkan ke audiens para imam diosesan di keuskupan-keuskupan tersebut.
Pertanyaan menohok tapi juga menggelitik di KWI
Nah, saat sudah menjadi Uskup Keuskupan Ketapang itulah, sebuah pertanyaan menggelitik “menusuk” perhatiannya.
Lantaran sejumlah uskup di KWI sampai bertanya kepadanya: Bagaimana sih caranya “menangani” para imam diosesan (praja) keuskupan?
Dirasakan menohok sekaligus menggelitik, karena bahkan para uskup pada waktu itu pun kurang memberi perhatian besar kepada para imam diosesan yang menjadi tanggungjawabnya sekaligus “pasukan organik regular” sebagai tenaga pastoral andalan uskup.
Pertanyaan itu begitu menohok Mgr. Blasius Pujaraharja, lantaran, banyak uskup waktu itu benar-benar kurang atau malah tidak punya perhatian sama sekali terhadap “masa depan” para imam praja milik keuskupannya.
“Bisa terjadi seperti itu, lantaran jumlah para imam praja di masing-masing keuskupan saat itu terlalu sedikit sehingga luput dari perhatian uskup. Bahkan di Keuskupan Bandung waktu itu,” kenang Mgr. Blasius dalam Program Bincang-bincang Panjang bersama Titch TV, “jumlahnya hanya dua orang saja.”
Kalau pun boleh dibilang unggul dalam jumlah, maka keberadaan para imam diosesan (praja) yang paling besar ada di Keuskupan Agung Semarang.
Karena berbagai tuntutan zaman itulah, Mgr. Blasius Pujaraharja lalu “bergerilya” mencetuskan gagasan perlu digulirkan gerakan “menciptakan” bibit-bibit terbentuknya Unio di setiap keuskupan di seluruh Indonesia.
Kalau pun sekarang di setiap keuskupan sudah terbentuk “organisasi” Unio, maka sejarah harus menyebut di sinilah peran penting Uskup Emeritus Mgr. Blasius Pujaraharja.
Karena boleh dibilang, Mgr. Blasius Pujaraharja itulah sosok penting yang pertama kali berprakarsa gencar menyeruakannya gagasan pembentukan “organisasi” para imam praja alias Unio. (Berlanjut)
Baca juga: Romo Ria Winarta Pr (78) tak Pernah Menyesal Jadi Imam Diosesan (1)