ISU migran dan perantau harus dilihat secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Ini karena persoalan tersebut sangat kompleks terkait dengan mental hidup pribadi dan budaya masyarakat, ekonomi, pendidikan dan banyak aspek hidup lain.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, Migran dan Perantau Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr. Dominikus Saku dalam lokakarya yang diselenggarakan Komisi Keadilan, Perdamaian, Migran dan Perantau (KKPMP) Keuskupan Regio Nusa Tenggara di Labuan Bajo, Flores, NTT, 15 – 19 Januari 2018.
Mgr. Domi, demikian pria ini biasa disapa, menyebutkan, perangkat-perangkat pastoral yang ada di tingkat paroki, keuskupan dan lintas keuskupan perlu bekerja sama. “Mau tidak mau. Selain mendukung kesepakatan tripartit keuskupan asal, transit dan tujuan, kita di keuskupan-keuskupan asal perlu melakukan gerakan bersama memberdayakan kehidupan dengan melibatkan semua komisi terkait dengan pembentukan diri manusia. Dan ini harus dimulai dari sekarang,”ujar Domi.
Domi menegaskan, komisi-komisi atau perangkat pastoral perlu bertobat dan tak lagi bekerja sendiri-sendiri. Sikap ego-sektoral dan ego-komisi harus dihindari karena tak lagi menyelesaikan masalah secara signifikan.
“Pertama, komisi-komisi tidak boleh tidur nyenyak karena ini masalah mendesak. Kedua, tidak diperkenankan lagi kerja sendiri-sendiri,” tegas Uskup Atambua itu.
Lanjutan Pertemuan Mataloko
Selain Ketua Komisi PSE KWI Mgr. Yohanes Philipus “Gaiyabi” Saklil, dan Ketua Sekretariat Gender KWI Mgr. Nikolaus Adi Seputra, MSC juga hadir dalam lokakarya ini 70 utusan dari berbagai keuskupan Regio Nusa Tenggara.
Rm. Marten Jenarut Pr. yang menjadi ketua panitia menyatakan, pertemuan ini sebenarnya melanjutkan sejumlah gagasan pastoral migran yang dibahas pada pertemuan di Mataloko pada Oktober 2017 yang melibatkan keuskupan-keuskupan di Flores sebagai tempat asal, Keuskupan Tanjung Selor sebagai keuskupan transit, dan tiga keuskupan yang menjadi tujuan para migran.
Diharapkan, pertemuan empat hari ini dapat menghasilkan program kerja yang bisa dijadikan sebagai gerakan bersama dalam menangani isu migrasi di keuskupan-keuskupan Regio Nusa Tenggara, yaitu program kerja terpadu, terintegrasi, dengan melibatkan banyak komisi. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk pembentukan migrant desk di setiap keuskupan yang berfungsi sebagai penghubung antara keuskupan tujuan, transit, dan asal dari para migran.