KERENDAHAN hati nyaris sudah menjadi semacam trade mark Uskup baru Dioses Malang. Hal itu tercemin kuat di dalam keseluruhan teks sambutan yang dibacakannya seusai misa tahbisan episkopal di Stadion Gajayana, Kota Malang, Sabtu 3 September 2016 kemarin.
Di awal sambutannya, Mgr. Pidyarto menyatakan bahwa ketika ada beberapa orang menanyakan padanya apakah pernah bermimpi menjadi seorang uskup, beliau hanya menjawab singkat: “Tidak pernah.”
Tetapi justru malah ada orang lain yang bermimpi tentang beliau dengan pakaian uskup. Dan ternyata mimpi orang tersebut –namun tidak dijelaskan siapanya oleh Mgr. Pidyarto– kini menjadi kenyataan pada hari Sabtu tanggal 3 September 2016.
Profesor pengampu mata kuliah tafsir Kitab Suci Perjanjian Baru di STFT Widya Sasana Malang ini tidal pernah merindukan jabatan uskup. Itu karena beliau merasakan bahwa panggilan dan tugas perutusannya adalah menjadi seorang tenaga pengajar para calon imam.
Lebih dari 30 tahun, Mgr. Pidyarto membaktikan dirinya di tempat pendidikan para calon imam yang tengah belajar filsafat dan teologi ini. Bahkan di awal tahun2016 ini, beliau telah merencanakan mulai mengurangi kegiatan non akademis supaya bisa lebih fokus ke penelitian dan penulisan buku-buku, ketika usianya yang sudah memasuki 61 tahun.
** Teks lengkap berikut paparan foto esai bisa diakses di website resmi Dokpen KWI (www.dokpenkwi.org) melalui tautannya di sini.