NASKAH press release sudah tersedia dan diketik rapi. Bahasanya pun sangat tertata baik. Namun, ragam bahasa seperti itu terasa tidak ‘membumi’ bagi media mana pun, karena rumusan kalimat dan pernyataan pers itu cenderung terlalu ‘teologis’ – paparan khas bahasa para ‘dewa’ di dalam Gereja Katolik: para pastor.
Jadi jangan harap, jajaran media sekuler dan katolik sekalipun akan bisa dengan mudah memahami pernyataan pers yang telah disiapkan secara tertulis tersebut.
Awak media secara umum rata-rata bisa memahami dengan cepat aneka pernyataan lisan dan tertulis dalam setiap kesempatan jumpa pers. Tetapi dalam acara jumpa pers usai Sidang Tahunan 2017 di kantor KWI hari Kamis (16/11/17) siang kemarin, sangat terasa –seperti tahun 2016 lalu—para awak media mengalami ‘kesulitan intelektual’ guna mencerna makna dan nuansanya di balik rumusan bahasa teologis yang ‘mengawang-awang’ tersebut.
Kalau para awak media saja kesulitan menangkap esensi rangkuman pernyataan pers KWI tersebut, maka bisa dimengerti kalau umat katolik kebanyakan juga akan mengalami ‘gagal paham’ mencerna resume hasil-hasil rangkungan Sidang Tahunan KWI 2017 ini.
Poin pentin ini sangat disadari Ketua KWI Mgr. Ignatius Suharyo yang mendapat mandat harus menjelaskan rangkuman hasil-hasi Sidang Tahunan KWI 2017 kepada pers. Karena itu, sebuah manuver cepat mesti dilakukan yakni dengan ‘membahasakan’ hasil rangkuman sidang tahunan KWI itu dengan bahasa yang lebih ‘membumi’.
Manuver cepat Mgr. Ignatius Suharyo
Untunglah Ketua KWI Mgr. Ignatius Suharyo sangat paham akan keterbatasan awak media mencerna gagasan-gagasan teologis di balik rumusan press release yang disajikan oleh Sekretariat Jenderal KWI. Maka, dalam sekejap Mgr. Ignatius Suharyo melakukan ‘manuver bahasa’.
Baca juga:
- Beberapa Hal Penting Hasil Sidang Tahunan KWI 2017
- Pesan Sidang Panggilan Gereja Membangun Tata Dunia
Bapak Uskup Agung KAJ ini lalu menerangkan resume hasil-hasil Sidang Tahunan KWI 2017 ini dengan rumusan bahasa yang lebih plastis, terasa lebih ‘membumi’, dan tentu saja rationale-nya juga lebih kontekstual dengan apa yang dirasakan oleh mayoritas bangsa Indonesia secara keseluruhan pada umumnya dan umat katolik pada khususnya.
Mgr. Ignatius Suharyo pertama-tama menyoroti konteks sejarah tentang mengapa Sidang Tahunan KWI 2017 ini mengambil tema besar “Gereja yang Relevan dan Signifikan: Panggilan Gereja Menyucikan Dunia”.
Tema itu sungguh ‘besar’ dengan jangkauan pemahaman yang sangat luas pula. Dan tema besar ini dibahas secara intensif dalam tiga hari secara berturut-turut dalam “Hari Studi Para Uskup” jelang pelaksanaan Sidang Tahunan KWI.
“Hari Studi Para Uskup” adalah hari-hari khusus dimana para Uskup dari seluruh Keuskupan di Indonesia melakukan recharging pengetahuan dan pemahaman atas isu-isu sosial kemasyarakatan yang hidup dan dirasakan ‘bergema’ dalam keseharian masyarakat Indonesia. Dalam program studi bersama seperti ini, para Uskup yang biasa ‘berceramah’ kali ini harus ‘duduk manis’ mendengarkan paparan para narasumber dari lingkungan eksternal KWI dan bahkan ‘orang luar’ Gereja Katolik yang membahas dan mendiskusikan tema-tema tertentu.
Nah, kali ini tema besar yang dirembug bersama dan kemudian dijadikan bahan refleksi bersama adalah seputar kehadiran “Gereja Katolik yang Relevan dan Signifikan: Panggilan Gereja Menyucikan Dunia”.
Tema besar ini mengandung pesan komitmen KWI untuk selalu mengenang dan merawat tanggungjawab sejarah yang pernah ditorehkan oleh Gereja Katolik Indonesia dalam sejarah panjang perjuangannya untuk berproses ‘Menjadi Indonesia’ sejak sebelum dan sesudah Kemerdekaan RI. (Berlanjut)