Pengantar Redaksi:
Dari forum sidang Dewan Imam KAS di Pasturan Sanjaya Muntilan yang berlangsung 4-5 Juni lalu, Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr menyampaikan resumenya mengenai tugas imam sebagai pengajar iman. Berikut ini, kami sampaikan tulisan Bapak Uskup mengenai topik penting dalam rapat Dewan Imam KAS itu.
————————————
IMAM mengajar berpartisipasi pada Tugas Kristus Sang Firman dalam Gerak Pastoral Gereja Setempat.
Gereja yang hidup penghubung antara teks dan konteks
Bilamana globalisasi menjadi konteks pewartaan zaman sekarang dapat kita bertanya, apa yang menjadi teks pewartaan zaman sekarang, yang tidak berbeda dengan teks perwartaan zaman ketika Injil diwartakan oleh Yesus Kristus?
Dalam karya publik Yesus, teks itu adalah Injil Kerajaan Allah (bdk. Mat 4:23); dan sesudah kebangkitanNya teks itu adalah Yesus yang adalah Mesias, pokok pewartaan para rasul, cikal bakal Gereja perdana (bdk. Kisah 5: 42). Teks tersebut menjadi pokok pewartaan dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda: Gereja perdana pada zaman awal millenium pertama, dan Gereja kita pada zaman awal millenium ketiga, era globalisasi.
Dunia yang dimengerti pada awal millenium pertama adalah “imperium romanum”, yaitu kerajaan romawi, yang meliputi wilayah Roma sampai Laut Tengah, sedangkan dunia pada awal millenium ketiga adalah “imperium mundanum”, yaitu kerajaan dunia yang berciri global, melintasi batas ruang dan waktu, bahkan berhasrat menyentuh ambang “imperium divinum”, tempat Allah bertahta dalam Kerajaan-Nya.
Dalam konteks dunia itu Injil Kerajaan Allah, yang hadir dalam pribadi Yesus yang adalah Mesias, tetap menjadi teks perwartaan Gereja, karena “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr. 13: 8).
Dalam syahadat kita nyatakan pokok iman kepercayaan kita pada Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Ibarat bagian tubuh kita adalah anggota-anggota Gereja, yang menerima perutusan untuk pergi, menjadikan semua bangsa murid Kristus dan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan Kritus. Kristus itu jugalah yang menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman” (bdk. Mat. 28: 19-20).
Gereja yang hidup melintasi ruang dan waktu dari zaman ke zaman hendaknya setia memahami teks, yaitu Firman yang menjadi manusia (bdk. Yoh 1:14), dan secara kreatif mewartakan Firman itu dalam konteks yang berbeda dan yang selalu berubah dengan menjadi saksi kebenaran Firman. Dengan demikian Gereja yang hidup menjadi penghubung antara teks dan konteks.
Tugas mengajar berpartisipasi pada tugas Kristus
Pergumulan manusia untuk menemukan makna keberadaannya terjadi dalam perumusan dirinya dalam kata tentang dirinya yang mendapatkan kepenuhannya dalam Firman. Dalam pergumulan tersebut manusia melaksanakan peran profetiknya menurut berbagai dimensi: pribadi, ruang dan waktu.
Menurut dimensi pribadi peran profetik terjadi dalam pergumulan manusia untuk mengenali apa makna Firman bagi hidup manusia dan dunia. Ia berperan menjadi penafsir Firman, yang berhasil bilamana tafsirannya selaras dengan Firman, dan gagal bilamana tafsirannya meleset karena kepentingan pribadi dengan mengesampingkan Firman.
Menurut dimensi ruang, peran profetik terjadi karena buah pergumulan dengan Firman diberitakan kepada orang lain. Ia berperan sebagai pewarta yang berbicara di hadapan orang lain.
Menurut dimensi waktu, karena visi hidup yang telah dicerahkan oleh Firman, peran profetik terjadi bilamana pewartaan mencerahkan orang lain agar tidak terpenjara pada batasan waktu, tetapi terbuka pada pembangunan masa depan yang lebih baik. Melaksanakan peran profetik itu membentuk manusia menjadi nabi, profeta.
Gereja melaksanakan peran profetik dalam partisipasinya mengemban tugas Kristus, Sang Firman. Menjadi murid Kristus memuat panggilan untuk akrab dengan Sang Firman, dan memuat perutusan untuk menjadi saksi kebenaran Firman pada zaman sekarang.
Bagian integral dari partisipasinya pada tri-tugas Kristus
Tugas mengajar tersebut tentu merupakan bagian integral dari partisipasinya pada tri-tugas Kristus yang mengajar, menguduskan dan menggembalakan umat. Gereja sebagai “koinonia”, sungguh hidup dalam “kerygma”, “leitourgia”, “diakonia”, dalam semangat “martyria”.
Bapa Suci Benediktus XVI dalam suratnya kepada para seminaris menegaskan, “Bagi kita, Allah bukan semata Firman. Di dalam sakramen-sakramen, Ia memberi diri-Nya kepada kita secara pribadi, melalui realitas indrawi. Inti hubungan kita dengan Allah dan cara hidup kita adalah Ekaristi.” (Dalam “Surat Bapa Suci Benedictus XVI kepada para Seminaris, 18 Oktober 2010).
Konsili Vatikan II dalam Presbyterorum Ordinis menerangkan dalam keterpaduan tritugas Kristus dengan tugas-tugas imam yaitu : sebagai pelayan sabda (PO 4), pelayan sakramen (PO 5), dan pemimpin umat (PO 6), dengan happy, committed dan profesional.
Dalam Gerak Pastoral Gereja Setempat
Imam karena tahbisannya “in persona Christi capitis” (PO 2 ) mendapatkan tugas mengajar, berpartisipasi pada tugas Kristus Sang Firman , maka “sentire cum Ecclesia”, seperasaan dengan Gereja perlu ditumbuhkembangkan terus-menerus dengan berbagai macam cara secara kontekstual.
Imam-imam yang mengemban tugas perustusan di wilayah Keuskupan Agung Semarang saya harap juga seperasaan dengan Gereja setempat yang melalukan gerak pastoral, sebagai tanda bahwa Gereja hidup.
Agar gerak pastoral itu menjadi gerak bersama, seluruh umat diajak untuk melaksanakan Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang. Di dalam Arah Dasar pastoral tersebut dirumuskan cita-cita umat sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban murid-murid Yesus,yang dalam bimbingan Roh Kudus, berupaya menghadirkan Kerajaan Allah sehingga semakin signifikan dan relevan bagi warganya dan masyarakat (Ardas KAS, 2011-12015, al. 1).
Cita-cita itulah yang menjadi teks, dan diletakkan dalam konteks masyarakat Indonesia dewasa ini, sehingga peran profetik Gereja mendapat arah yang jelas juga.
Keuskupan Agung Semarang sebagai Gereja setempat merupakan bagian terpadu dengan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. (Bersambung)
Photo credit: Ist, Kolsani
Link: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/450/IMAM_MENGAJAR_
Artikel terkait: Mgr. Johannes Pujasumarta: Syukur atas 50 Tahun Pembukaan Konsili Vatikan II (2)