SELAMA ini, kita selalu mengenal berita ini. Yakni, bahwa utusan Bapa Konsili Vatikan II dari Indonesia “hanya” Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dari Keuskupan Agung Semarang.
Bapa Konsili Vatikan II dari Keuskupan Ketapang
Berdasarkan arsip dan dokumentasi yang berhasil diulik oleh Keuskupan Ketapang di Kalbar, Uskup Mgr. Pius Riana Prapdi menyebut bahwa uskup pertama Keuskupan Ketapang Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP ternyata juga ikut datang ke Roma untuk mengikuti sejumlah sesi sidang-sidang Konsili Vatikan II.
“Dengan demikian, Mgr. Gabriel Sillekens CP juga boleh disebut sebagai Bapa Konsili Vatikan II dari Indonesia – khususnya dari Keuskupan Ketapang di Kalbar,” tutur Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi dalam pesan video yang dirilis Komisi Komsos Keuskupan Ketapang untuk Titch TV.
Dibuat dalam rangka menyambut gelaran Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II yang digagas dan diprakarsai oleh IKAFITE (Ikatan Alumni Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma).
60 tahun peringatan tahbisan episkopal Mgr. Sillekens CP
Pada kesempatan mengingat kembali momentum penting Peringata 60 Tahun Konsili Vatikan II (1962-1965), Mgr. Pius Riana Prapdi juga ingin mengingat kembali berkah bagi Keuskupan Ketapang di Provinsi Kalbar.
“Karena di tahun 2022 ini pula, Keuskupan Ketapang memperingati 60 tahun ditahbiskannya Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP menjadi uskup pertama untuk Keuskupan Ketapang,” paparnya.
Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP menerima tahbisan episkopalnya sebagai Uskup Keuskupan Ketapang pada tanggal 17 Juni 1962. Sedangkan, sesi-sesi sidang Konsili Vatikan II diawali dengan pembukaan resminya pada tanggal 11 Oktober 1962.
Buah-buah nyata Konsili Vatikan II di Keuskupan Ketapang
Karena menjadi peserta aktif dalam Konsili Vatikan II selama tiga tahun perjalanan sidang-sidangnya, maka sebagai Bapa Konsili Vatikan II tentu saja Mgr. Gabriel W. Sillekens CP teramat paham akan dinamika dan ke mana Gereja Katolik akan mengarah menuju masa depan.
Jejak-jejak hasil Konsili Vatikan II itu sungguh menampakkan hasilnya di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang di Provinsi Kalbar. Demikian penegasan Mgr. Pius Riana Prapdi.
Pertama: Pastoral Turne
Konsili Vatikan II membangun communio (bdk. Lumen Gentium a. 1) di mana di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang mulai berkembang apa yang disebut “pastoral turne”.
Yakni, imam dan uskup sering-sering berkunjung menyambangi wilayah-wilayah pedalaman untuk berjumpa dengan umat.
“Kami melakukan itu ke mana-mana. Tidak hanya para imam, tapi juga uskup ikut turun ke lapangan,” papar Mgr. Pius Riana Prapdi sebagaimana tampak dalam dokumentasi video saat melakukan turne dengan naik sepeda motor dan naik kapal motor.
“Perjumpaan umat dengan Sang Gembala memberi daya ungkit yang mendorong semakin aktifnya keterlibatan kaum awam,” terang Mgr. Pius Riana Prapdi seraya menyebut dokumen Apostolicam Actuositatem artikel 3 tentang Dekrit Kerasulan Awam produk Konsili Vatikan II
Communio itu berkembang menjadi Gereja Indonesia – dan bukan lagi Gereja di Indonesia. Dan itu ditandai antara lain:
- Dengan muncul dan semakin bertumbuhnya semangat solidaritas antar keuskupan.
- Semakin terbukanya keuskupan-keuskupan untuk mengirim para imam diosesan lokalnya menjadi “misionaris domestik” karena diutus berkarya ke wilayah pastoral keuskupan lain.
Kedua: Keterlibatan kaum awam semakin banyak
Konsili Vatikan II mendorong perayaan-perayaan liturgis bertumbuh makin “mengumat”. Kini, bisa mengikuti setiap Perayaan Ekaristi selalu menjadi kerinduan umat.
Khusus di wilayah pastoral Keuskupan Ketapang yang maha luas itu, tidak setiap stasi punya imam yang berdomisili permanen di wilayah itu.
Karenanya, perayaan liturgi seperti ibadat sabda dan lainnya sering kali hanya bisa dilakukan oleh umat awam yang menjadi Prodiakon. “Di situ ada semangat dan kerinduan akan pengutusan di kalangan umat juga semakin menguat,” kata Mgr. Pius Riana Prapdi.
Perayaan Ekaristi menjadi sumber rahmat dan pokoh hidup bagi seluruh umat. (bdk. Sacrosanctum Consilium artikel 10).
Sehingga di ujung cerita yang baik ini, sekarang ini kita sungguh-sungguh menjadi Gereja Indonesia karena semua bentuk ungkapan perayaan liturgis itu tersaji di dalam kultur budaya dan bahasa lokal yang ada di tanahair Indonesia.
Ketiga: Munculnya tenaga-tenaga pewarta iman
Konsili Vatikan II menggerakkan misi pewartaan. Ini memang belum optimal, karena di Keuskupan Ketapang fokusnya masih pada upaya “mengadakan” tenaga-tenaga pewarta iman yakni para imam, para katekis, tenaga pastoral lainnya seperti Prodiakon dan lainnya. (bdk. Christus Dominus artikel 14).
Keempat: Gereja menjadi teman seperjalanan umat
Konsili Vatikan II telah menggalakkan misi pelayanan kemanusiaan. Gereja menjadi “teman seperjalanan” bagi umat – terutama di wilayah-wilayah pedalaman. (bdk. Lumen Gentium artikel 24)
Akhirnya, proficiat bagi Ikafite (Ikatan Alumni Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma).
Karena telah berprakarsa mau menggelar kegiatan dan acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II di kampus Fakultas Teologi Kepausan Wedabhakti dan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu 15 Oktober 2022 pekan lalu.