BUKAN kegembiraan serta sikap rela hati menerima pengangkatan sebagai Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko waktu itu justru spontan merasakan penolakan yang muncul dari dalam hatinya.
“Sekali lagi, cita-cita saya bukan menjadi uskup. Saya ingin menjadi romo yang sederhana, prasojo. Karena itu, ketika mendapat pesan dari Nuncio Mgr. Antonio Guido Filipazi yang berbunyi ‘I want to meet you ASAP,’ spontan hape saya lempar ke meja,”ujar Moko, panggilan kecil uskup terpilih.
Rubiyatmoko merasa akan ada tugas besar yang bakal diembannya. Karena itu, pada saat menghadap Duta Besar Vatikan untuk Indonesia ini di kantornya di Jakarta, suasana hatinya tidak karuan. “Hati saya tidak tenang sama sekali!”
Lalu ketika Sang Dubes mengucapkan dengan jelas bahwa Moko dipilih Paus Fransiskus menjadi Uskup Agung Semarang, dorongan emosi yang sangat kuat menggelegar dari dalam dirinya. Moko tidak bisa berbuat apa-apa. “Ini yang saya nggak mau,”tegasnya saat itu.
Moko pun masih bernegosiasi meski akhirnya tetap menerima tugas itu. “Saya tanya, ini sebuah keharusan atau pilihan. Dan Nuncio bilang, ini bukan pilihan, tapi keharusan.”ujar Moko.
Sebagai orang hukum, Moko menyadari kata ‘harus’ berarti tidak bisa ditolak. “Tuhan selalu mengejutkan dan tidak ada kata lain selain mengiyakan,”ujar Nuncio.