SIANG kemarin hari Selasa (22/12), saya kembali datang membezoek Mgr. Julianus Kema Sunarka SJ alias Mgr. Narka. Kali ini bukan di Rumah Sakit Carolus seperti dulu-dulu, tetapi di Biara Susteran CB yang terletak di Jl. Salemba Tengah. Begitu mendengar bahwa Bapak Uskup Purwokerto sudah boleh keluar rumah sakit dan istirahat di biara, langsung hati saya merasa tenang.
Penampakkan ketika awal sakitnya dimana beliau terbaring dengan infus menancap di tangan, mata terpejam seakan menahan sakit, dan kulit pucat merupakan pemandangan yang memilukan. Kali kedua, ketiga, dan keempat saya membezoek, secara gradual ada perkembangan positif; lebih bisa berkomunikasi, lebih segar wajahnya, lebih semangat bicaranya, malahan bisa bernyanyi lantang.
Hari ini setelah mencari info sana-sini dimana letak biara CB, akhirnya saya sampai pada bangunan tusuk sate di sebuah gang besar tersebut. Ragu-ragu saya masuk, tak ada seorang pun tampak di depan. Melihat pagar yang terbuka seperempat, saya memberanikan diri melangkah dan bertemu seorang bapak yang berjalan menghampiri. “Mau bertemu Bapak Uskup,” demikian jawab saya ketika ditanya mencari siapa.
Langsung saya diantar ke depan suatu kamar yang terlihat kecil dan sederhana. Bapak itu – yang rupanya staf Keuskupan Purwokerto – membuka pintunya sedikit untuk memberitahukan siapa yang berkunjung – rupanya itulah kamar istirahat sementara Mgr. Narka. Setelah ada sahutan untuk masuk, saya dipersilakan melangkah ke dalam kamar tersebut. Benar, memang bersahaja seperti halnya pribadi yang sedang berbaring di dipan kecil di lantai.
Tampak wajahnya segar seperti sebelum sakit, tersenyum lebar, mengenakan piyama garis-garis tapi uniknya memakai beskap di kepala. Setelah kusalami, saya pun langsung ditanya, “bagaimana acara semalam?”
Wah, luar biasa, beliau ingat akan agenda misa syukur yang seharusnya beliau turut hadir sebagai salah satu konselebran. Hati saya langsung gembira karena itu menandakan ingatan beliau cukup baik. Walau beliau tidak bisa menyebut nama-nama tetapi ketika disebutkan, beliau kenal dan tahu apa yang dibicarakan.
Maka saya pun bercerita tentang acara syukur perayaan ulang tahun ke-75 dan pernikahan emas salah satu tokoh Katolik di masa sekarang, Prof. Thomas Suyatno. Mgr. Narka turut menuliskan kesan dalam buku kenangan yang diluncurkan kemarin. Saya membawakan buku tersebut dan menunjukkan bagian yang beliau tulis. Beliau langsung minta dibacakan tulisannya.
Menyimak dengan baik, dengan mata terang dan komentar jelas ketika saya tertubruk kata-kata dalam istilah bahasa Jawa yang dalem. Beliau menjelaskan artinya dan mengomentari bahwa tulisannya cukup baik. Memang, artikel itu bagus; pengenalan mendalam beliau mengenai sosok Thomas Suyatno yang sudah puluhan tahun dikenalnya sejak di LPPS dituangkannya dalam bahasa yang lugas diselingi doa pengusir setan dan seuntai kidung bahasa Jawa. Sangat khas Mgr. Narko.
Ketika saya sodori kartu selamat ulang tahun yang telah ditandatangani belasan pengurus yayasan kami, beliau tertawa gembira dan minta dibacakan masing-masing pesan yang tertulis. Setiap salam dan doa yang ditulis, dijawab terima kasih olehnya. Kemudian beliau berpesan agar saya membalas kepada semua orang tersebut: “saya telah mendengar semua ucapan itu dibacakan seakan bacaan Kitab Suci. Terima kasih banyak atas perhatian dan kasih yang diberikan. Selamat Natal, Selamat Tahun Baru.” Beliau juga berpesan agar visi dan misi yayasan diwujudkan, agar terus maju pantang mundur demi membangun negeri yang adil, makmur, dan sejahtera.
Di akhir pesannya, beliau berkata, “saya sudah dinyatakan sembuh dan akan menjalani retret pada 25 Desember sampai 3 Januari. Tidak akan bertemu siapa pun pada saat itu. Kemudian saya akan pulang ke Purwokerto. Tuhan memberkati.”
Kabar baik ini saya bagikan supaya umat katolik yang begitu perhatian pada beliau, terutama umat Keuskupan Purwokerto bisa merasakan harapan baik pada masa adven ini. Sang Gembala akan kembali pada awal Januari ke Purwokerto. Itu adalah kebahagiaan Natal bagi kita semua.