Mikul Ndhuwur Mendhem Njero

0
130 views
Mikul ndhuwur mendhem jero

Bacaan 1: 2Sam 1:1-4,11-12,19,23-27

Injil: Mrk 3:20-21

“Mikul Ndhuwur Mendhem Njero” merupakan ungkapan etika sosial dalam budaya Jawa. Menggambarkan rasa hormat kepada orang lain. Etika seperti ini bisa terlihat pada diri anak kepada orang tuanya, murid kepada gurunya, dan sebagainya. 

“Mikul ndhuwur”, merupakan tindakan yang menjunjung tinggi kemuliaan orang lain agar dunia mengetahuinya.

Sedangkan, “mendhem njero” menempatkan dan menanamkan dalam-dalam seluruh kejelekan atau aib dan segala kekurangan, lebih baik semua itu ditutup, tidak diungkapkan atau dibeberkan.

Saul sangat membenci Daud bahkan ingin membunuhnya, karena rakyat sangat mencintai Daud atas prestasi perangnya. Namun demikian, Daud tetap menghormati Raja Saul, sebab ia adalah orang yang diurapi Tuhan.

Ia lebih memilih melupakan kejahatan-kejahatan yang dilakukan Saul terhadap dirinya. Daud “mikul ndhuwur mendhem njero” terhadap Raja Saul.

Tuhan memang telah menetapkan Daud menjadi raja untuk menggantikan Saul. Namun Daud tetap menghormatinya dan menunggu Tuhan betul-betul menempatkannya sabagai pengganti Saul.

Kabar kematian Saul dan Yonatan, sungguh memukul bathin Daud.

“Lalu Daud memegang pakaiannya dan mengoyakkannya; dan semua orang yang bersama-sama dengan dia berbuat demikian juga.

Dan mereka meratap, menangis dan berpuasa sampai matahari terbenam karena Saul, karena Yonatan, anaknya, karena umat TUHAN dan karena kaum Israel, sebab mereka telah gugur oleh pedang.”

Bunda Maria adalah orang yang sangat beriman dan dipenuhi Roh Kudus. Namun mengapa ia dan anggota keluarga lainnya justru menganggap Yesus tidak waras?

Jangan dulu berpikir aneh-aneh.

Kita harus memahami perikop pendek ini secara utuh dengan membaca perikop sebelumnya, dimana Yesus dikejar-kejar orang banyak bahkan mau dibunuh oleh para pemimpin agama Yahudi karena dianggap menghujat Allah. Melihat situasi ini, sejatinya keluarga hanya ingin Ia pulang saja dan hidup sebagai manusia normal.

Keluarga seolah tidak menghormati-Nya dengan mengatakan bahwa Ia sudah tidak waras lagi.

Namun sejatinya, keluarga justru ingin menempatkan-Nya secara terhormat dan tidak peduli apa kata para pemimpin agama itu.

Keluarga Tuhan Yesus terutama Bunda Maria, tetap menghormati-Nya sebagai Anak Allah Yang Maha Tinggi seperti dikatakan oleh Malaikat Gabriel. Seperti dalam prinsip “mikul ndhuwur mendhem njero” tadi.

Pesan hari ini

Manusia memang tidak sempurna, ingat saja jasa-jasa, kebaikan dan prestasinya. Jika ada yang tidak baik, biarlah Tuhan yang akan menghakiminya.

“Manungsa mung ngunduh wohing pakarti.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here