Minggu Prapaskah 3, Tahun A 19 Maret 2017: Kel. 17:3-7; Rom. 5:1-2.5-8; Yoh. 4:5-42

0
742 views
Ilustrasi (Ist)

Bertobat: Diutus di sini dan Sekarang

RENUNGAN kita hari ini tentang kepribadian perempuan Samaria yang diceritakan dalam Injil Yohanes. ia adalah orang yang dikuasai oleh prasangka. Orang Samaria bermusuhan dengan orang Yahudi; dan dia ikut hanyut dalam prasangka itu.

Dari caranya bertanya atas permintaan Yesus untuk minum, ia itu sinis; pertanyaannya mengejek. Itu karena hidupnya yang kacau, ia suka kawin-cerai dan kumpul kebo dengan laki-laki lain, membuat dia tersingkir dari masyarakatnya. Karena itu, ia ambil air siang hari, supaya tidak bertemu dengan orang lain. Pikirannya dangkal, terpusat pada kebutuhannya saja. Tanpa kenal malu, dia minta air hidup pada orang yang baru saja disinisinya. Ia juga cerewet dan tukang debat.

Ia mencoba mengalihkan pembicaraan tentang hidup perkawinannya pada soal perdebatan tempat ibadat, di Gunung Gerizim, tempat orang Samaria beribadat atau Yerusalem tempat orang Yahudi beribadat. Meski perempuan itu punya masalah dalam hidup dan kepribadiannya, Yesus tidak menolak dia. Yesus tetap melayani pembicaraannya dan akhirnya membuat perempuan itu percaya dan kemudian menjadi pewarta bagi orang-orang sekampungnya.

Cara Tuhan bekerja

Yang mengherankan dari cerita ini ialah bahwa Yesus tidak mengharuskan perempuan ini bertobat dulu, baru diutusNya menjadi pewarta. Yang terjadi adalah sebaliknya. Sesudah ia mewartakan Yesus dan orang sekampungnya percaya kepada Yesus, mereka menerima dia, mengajak dia bicara. Dengan hidup bersama lagi dengan warga kampungnya, mau tidak mau, hidupnya akan berubah.

Demikianlah cara Tuhan bekerja. Tuhan tidak mencari orang baik dan beres untuk disentuhNya. Yang dilihat Tuhan Yesus adalah kejujurannya dalam mencari kebenaran. Tanda pertobatan perempuan itu bukan pada penataan kembali hidup perkawinannya; tetapi sapaan Yesus membuat dia ingin kembali ke kampung untuk menemui orang-orang yang dihindarinya.

Penduduk kampung itu juga bertobat; menerima Yesus dan menerima perempuan itu kembali; sehingga kemudian, pasti perempuan itu menata kembali hidupnya.

Kebanyakan pesan Injil yang biasa kita dengar, orang mengikuti Yesus dan diberi tugas mewartakan Injil ke tempat-tempat yang jauh. Yang kita dengar hari ini, seorang perempuan biasa, disapa Yesus, kembali hidup berdamai dengan tetangga dan warga sekampungnya.

Bukankah ini pesan bagi kita semua, yang jarang akan jadi penginjil yang pergi kemana-mana?

Kita orang biasa yang hidup hanya di sekitar tempat tinggal dan tempat kerja kita. Pertobatan kita adalah pertobatan dalam lingkungan hidup kita. Dengan hidup bersama, yang bertemu dengan Yesus, kita saling membantu dan mendukung menata hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus.

Di sebuah desa ada sebuah sumur yang dianggap angker, karena setiap kali penduduk desa ingin mengambil air, tali dan ember yang diulurkan kedalam sumur selalu ada yang menarik ke dalam sumur. Beberapa ember bahkan terlepas dari talinya, ada yang membuka simpul tali itu di dalam sumur sana. Sekian lama tidak diketahui penyebab kejadian aneh ini. Akhirnya penduduk desa menyimpulkan bahwa sumur itu dihuni oleh sesosok jin jahat yang suka mengganggu.

Karena air merupakan kebutuhan vital penduduk, tetua desa pun berkumpul. Melalui musyawarah diputuskan bahwa seseorang harus masuk kedalam sumur untuk menjawab teka teki sumur angker itu. Tidak ada seorang pun penduduk desa yang berani untuk masuk kedalam sumur karena takut, kecuali seorang pemuda. Ia bersedia dengan satu syarat, seorang sahabat karibnya harus ikut memegang tali ketika ia masuk kedalam.

Orang-orang bertanya: “Kenapa harus sahabatmu? Di sini juga banyak pemuda-pemuda yang tegap lagi kuat. Sahabatmu itu tinggal nya jauh dari desa kita ini.”

Pemuda itu bergeming; karena tidak ada orang lain yang berani masuk ke dalam sumur, mereka pun lalu menjemput sahabat dari pemuda itu. Pagi itu, setelah mengikat tubuhnya dengan tali si pemuda pun turun ke dalam sumur; orang-orang  beramai-ramai memegang tali, termasuk sahabat pemuda itu.

Perlahan mereka menurunkan tubuh pemuda itu sehingga masuk ke dasar sumur, semua menanti dengan hati berdebar. Di atas batu di dasar sumur, si pemuda menemukan seekor monyet; inilah sumber masalah nya selama ini. Ia lalu membawa monyet itu bersamanya dan berkata: “Tarik talinya!”

Dengan segera penduduk desa menarik tali pengikat tubuh si pemuda; menjelang sampai ke permukaan sumur, si monyet yang begitu senang melihat cahaya matahari terlepas dari pegangan pemuda; memanjat sisa tali dan melompat keluar sumur. Karena kaget dengan sosok hewan ini dan rasa takut yang telah mencengkeram hati, penduduk desa berhamburan berlari melepas tali!

Mereka mengira jin sudah merubah pemuda malang itu menjadi sesosok monyet. Semua lari kecuali sahabat pemuda itu. Ia tetap bertahan memegang tali dan dengan susah payah menarik tali menyelamatkan sahabatnya seorang diri.

Pahamlah penduduk desa, mengapa si pemuda begitu menginginkan kehadiran sahabatnya. Tanpanya, ia pasti sudah mati terhempas sebab mereka semua berlepas diri meninggalkannya.

Sosok sahabat, adalah orang yg tahu tentang kita, mengerti betul siapa kita, memahami jalan dan pikiran kita. Maka kecil kemungkinan, seorang sahabat akan kianati kita.

Benarlah kata pepatah: “Satu orang sahabat lebih berarti.” (Ref: “Sumur Tua”)

Mungkin kita tidak diutus ke tempat yang jauh. Perutusan itu mungkin cukup dengan menjadi seorang sahabat sejati, yang tidak akan meninggalkan sahabatnya. Menemani dia saat jatuh, menyertai dia saat bertobat dan mendukung dia saat bangkit. Perutusan kita adalah bagian dari pertobatan kita.

Bertobat itu bukan soal nanti; tetapi disini dan sekarang, bersama Allah. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here