BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 11 Oktober 2021.
Tema: Meminta dan mentaati.
- Rm. 1: 1-7.
- Luk. 11: 29-32.
MENUNGGU kabar baik disertai doa juga merupakan tanda kerahiman-Nya. Salah satu usaha manusia mendekati Allah dan kasih-Nya. Hanya ingin semakin dekat dan disatukan oleh diri-Nya.
Keinginan untuk tetap bertumbuh dan dalam kebersamaan, saling menyempurnakan, kami usahakan. Kami percaya, Roh Kuduslah yang memungkinkan.
Walau kadang sulit dimengerti, tanpa henti mencoba dan terus belajar memahami, Kami ingin tetap tinggal bersama-sama. Saya telah memintanya. Saya ingin, kami tetap menjadi milik-Nya.
Saat saya berada di teras paroki, terlihat sebuah keluarga turun dari mobil.
Sesaat bersapa sejenak, ibu dan kedua anaknya langsung ke taman doa. Sementara suami masih ingin bicara dengan saya.
“Mi, Joice dan James, kalian berdua dulu ya. Papi mau bicara sebentar dengan Romo,” permintaan halus seorang ayah.
“Romo doakan kami, biar keluarga kami tetap bahagia. Kendati ada kekurangan satu sama lain, kami ingin dan berharap, keluarga kami tetap tinggal bersama-sama dan tak jenuh, selalu belajar memahami lebih dan sabar.”
“Wah permintaan yang sungguh mengagumkan. Selain doa apa yang dapat dibantu?,” tanya saya.
“Hanya itu saja, Romo. Tidak ada yang lain. Tidak ada perkara yang berat. Saya sendiri yang harus menjaga hati saya supaya tetap ingat akan apa yang pernah saya minta,” jawabnya.
“Minta apakah?”
“Saya dulu seorang pemuda yang kurang bergaul. Saya tahunya bekerja di toko, membantu papa mama. Saya anak yang paling kecil dari empat bersaudara. Kakak-kakak saya di luar negeri. Saya ditahan papa-mama untuk meneruskan toko. Papa mama tinggal bersama-sama dengan kami,” terangnya.
“Mampir Mo, kalau ada waktu. Papa mama pasti senang,” tambahnya.
“Baiklah, suatu saat saya akan datang,” jawabku.
“Saya berkali-kali mau dijodohkan. Tapi entah kenapa, saya akhirnya ditinggal pergi. Papa mama tidak memaksa. Memberi kebebasan.
Papa mama selalu menghibur, jodoh itu sudah ada yang ngatur. ‘Mintalah pada Tuhan, juga pada Bunda Maria.’ kata e mama.
Saya tidak mau ditinggal lagi. Saya ingin ini yang terakhir, kalau Tuhan menghendaki saya berkeluarga. Setiap pukul tiga siang saya doa corona. Tidak lupa minta kepada Bunda.
Saya mengenal isteri lewat medsos: Facebook.
Ia dulunya bukan Katolik. Saya mengajak dia pertemuan di mal. Kebetulan dia mau. Lebih dari sekedar basa-basi, saya terus terang mengatakan saya Katolik dan ingin mencari pasangan untuk berkeluarga. Bukan pacar dan tidak untuk main-main. Saya katakan, saya ingin seorang wanita yang selamanya ingin bersama saya.
Ia diam saja tetapi gusar. Karena saya tembak langsung dan latar belakang agama. Wajahnya manis. Tuturnya lembut, terkesan berpendidikan.
Setelah itu, kami hanya berlanjut chatting. Ia jarang menerima tawaran ajakan berjumpa dan jalan bersama. Saya memohon kepada Tuhan dan Bunda Maria kalau ini memang pemberian Tuhan bagiku, berilah tanda.
Saya minta tanda. Dalam jangka enam bulan, dia sendiri yang mengajak untuk bertemu dan jalan bareng. Bukan saya yang meminta. Kedua, saya minta tanda. Begitu dia minta bertemu, papa mama setuju.
Penantian terasa lama. Doa terkesan tidak dikabulkan. Saya sudah bilang pada papa mama. Mereka kaget melihat busana yang dipakai. Berbeda dengan kami, keluarga keturunan. Tapi mama berkata, kalau itu baik bagimu ya nggak apa-apa. Kamu yang menjalani. Siapa tahu bisa bergabung nantinya.
Saudara-saudariku mengusulkan yang lain. Tapi mereka memberi kebebasan.
Tiada hari tanpa doa dan harapan. Keinginan sedikit memudar. Walau chatting tak henti. Saya pasrah. Saya tidak terbiasa merayu. Merengek pun tak mampu. Mama papa pun kepo.
Sepekan setelah enam bulan hal itu terjadi.
Saya meyakinkan diri. Kendati batas waktu dari tanda yang kuminta terlewati.
Setahun kami pacaran. Syukur pada Tuhan, ia menjadi seiman. Awal kebahagiaan kami, Mo.
Tuhan berkehendak. Sabar dan yakin dalam doa. Saya telah memintanya. Dan saya berkomitmen menjaganya, begitu Mo,” ia mengakhiri kisahnya dengan happy ending.
Paulus meyakinkan, “Kamu juga termasuk yang dipanggil menjadi milik Kristus.” ay 6.
Tuhan, temani dan kuduskanlah keluarga kami. Amin