INI berdasarkan syering para imam yang terjadi dalam konferensi para imam diosesan di Trinidad, Amerika Latin, beberapa bulan lalu. Juga karena mendapat kesempatan merayakan ekaristi di tiga paroki di Trinidad.
Inilah kesan sekilas saya sebagai imam misionaris dari Keuskupan Agung Palembang (KaPal) yang kini menjadi imam misionaris di Suriname, Amerika Latin.
Berikut ini gambaran sekilas tentang konten perbandingan kondisi hidup menggereja di Keuskupan Paramaribo di Suriname dibanding dengan beberapa keuskupan terdekat di sekitarnya.
Informasi tentang Keuskupan Paramaribo sudah pernah saya bagikan dan dimuat dalam Majalah Hidup edisi tanggal 19 Maret 2023.
Keuskupan Agung Port of Spain di Trinidad
Keuskupan Agung Port of Spain, Trinidad, sudah berstatus Vikariat Apostolik sejak tahun 1818. Kemudian naik tingkat statusnya menjadi keuskupan tahun 1850.
Saat ini, Keuskupan Agung Port of Spain mempunyai 40-an orang imam diosesan ditambah dengan 50-an orang imam religius. Mereka semua ini melayani 64 paroki yang dimiliki keuskupan.
Kehadiran umat di beberapa paroki di Trinidad pada perayaan ekaristi yang saya hadiri masih cukup banyak. Sekitar 70-80% dari kapasitas gereja; dengan liturgi tradisi Spanyol yang meriah. Namun beberapa paroki sudah tidak mempunyai pastor paroki; dirangkap dilayani oleh pastor dari paroki lainnya.
Imam misionaris dari India dan Afrika
Demikian juga dengan jumlah para imam yang melayani di Keuskupan Georgetown di Guyana dan Keuskupan Willemstad di Curacou. Keuskupan Georgetown dan Willemstad masing-masing masih mempunyai 40-an orang imam diosesan ditambah puluhan imam religius.
Di kedua keuskupan ini, seperti juga di beberapa keuskupan Regio Antilles, beberapa paroki sudah tidak mempunyai pastor paroki sehingga dirangkap dilayani dari paroki lainnya.
Di Guyana dan beberapa keuskupan lain di Regio Antilles terdapat beberapa imam diosesan – para misionaris kiriman dari keuskupan-keuskupan di India dan di Afrika. Mereka ini diutus menjadi misionaris untuk membantu pelayanan di paroki-paroki.
Di Suriname ada dua orang imam diosesan dari Afrika. Mereka ini bahkan telah berkarya cukup lama dan kemudian berinkardinasi ke Keuskupan Paramaribo.
Ada beberapa situasi yang secara umum sama, namun juga ada perbedaan mencolok kondisi Keuskupan Paramaribo dengan keuskupan di sekitarnya. Berdasar informasi sekilas dan terbatas, saya melihat kondisi gereja di Keuskupan Paramaribo kiranya sudah ‘lebih sulit’ dibanding Gereja Katolik di Trinidad dan beberapa keuskupan di sekitarnya.
Jumlah imam berkurang sangat drastic. Kondisi gereja yang mulai sepi, karena telah ditinggalkan umat. Kebatinan masyarakat semakin tidak ingin mau terikat dengan agama cukup mencolok. Dan hal ini juga terjadi di Keuskupan Paramaribo.
Kondisi sekarang
Saat ini, ada 20 orang imam yang melayani 20 paroki, merger dari 60-an paroki di Keuskupan Paramaribo. Terdiri dari:
- 6 imam diosesan Keuskupan Paramaribo.
- 10 imam religius.
- 4 imam dari Indonesia: 2 imam diosesan dan 2 imam CM.
Dari 20 imam tersebut 6 orang telah berusia antara 70-87 tahun. Kehadiran umat dalam perayaan ekaristi hari Minggu umumnya tidak sampai 10% dari jumlah umat paroki setempat.
Tentu ada berbagai hal yang mempengaruhi situsi keuskupan tersebut.
Baik itu sejarah dan situasi masyarakat di masing-masing negara. Juga perbedaan pondasi dan tradisi Gereja yang dibangun para misionaris pada masa lalu. Serta langkah perubahan dan pembenahan tata kelola Gereja yang dilakukan atau justru yang tidak dilakukan oleh keuskupan setempat saat ini. (Berlanjut)
Baca juga: Pertemuan Imam Regio Karibia: Skandal Seks dan LGBT, Gereja Jadi Penjaga Pelindung Masa Depan (2)