Mister Presiden, Sudahlah

0
252 views
Ilustrasi - Pertemuan Presiden Biden dan Presiden Joko Widodo di forum G-20 di Bali. (Ist)

SEBUAH video pendek pekan lalu viral di media massa. Ditonton puluhan ribu netizen, dibagikan ratusan kali. Saya menonton sambil trenyuh.

Kisah tentang Presiden Amerika, Joe Biden, yang jatuh tersungkur; seusai memwisuda lulusan Akademi Angkatan Udara Amerika di Colorado, Kamis, 1 Juni 2023.

Orang jatuh tersandung biasa-biasa saja. Apalagi, kemudian, bisa bangkit dan berjalan menuju tempat duduknya. Tak ada cidera sedikit pun.

Tapi kisah jatuhnya Joe Biden, kali ini, membuat heboh seluruh dunia.

Pertama, karena tokohnya adalah Presiden dari sebuah negara adidaya yang sedang naik daun. Gara-gara perang Rusia-Ukraina dan kemudian diberitakan nyaris bangkrut.

Kedua, ini yang mungkin menjadi sebab utamanya.

Selama 2 tahun menjabat Presiden, Biden sudah jatuh sebanyak empat kali. Itu berarti, rata-rata 6 bulan sekali Biden jatuh. Belum terhitung, bila ada, saat jatuh di belakang kamera.

Biden pernah tersandung ketika naik tangga pesawat kepresidenan Air Force One, Maret 2021. Kemudian saat naik sepeda di taman kota dekat rumahnya di Rehoboth Beach, Delaware, Juni 2022.

Yang paling dramatis, saat Biden tersandung di Taman Hutan Raya (Tahura) Bali, November 2022.

Kala itu, orang pertama yang membantu membangunkan Biden dan kemudian menggandengnya adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Tugas dan tanggung awab seorang pemimpin negara memang sangat-sangat berat. Apalagi ini Amerika. Seorang presiden tak hanya dituntut kejernihan berpikir dan ketangguhan mental saja, tetapi juga kebugaran dan kesehatan raga yang sungguh prima.

Ini sulit dipenuhi Biden.

Usia Biden yang sudah menjelang 81 tahun (lahir 20 November 1942) diduga menjadi handikap utama untuk memelihara stamina agar terus paripurna.

Meski Biden dikelilingi oleh dokter-dokter ahli yang piawai danrRumah-rumah Sakit yang modern, tapi pada suatu titik, halangan kesehatan dapat tiba-tiba menghadangnya.

“Usia tak ada yang bisa menawar, umur tak mungkin diulur dan baya tak bisa diupaya.”

Ada beberapa tokoh dunia yang menjadi eksepsi. Mereka menjabat saat sudah senja. Sebut saja Dr. Mahathir Mohamad (95 tahun), Nelson Mandela (81 tahun) dan Paus Fransiskus (87 tahun). Suatu keistimewaan yang tak berlaku bagi siapa saja dalam keadaan yang biasa-biasa saja.

Mereka “terpaksa” menjabat, karena ada hal-hal yang memaksa. Sekali lagi, ini tak berlaku bagi semuanya.

Mereka yang sudah menjelang senja tapi memaksa untuk meraih tahta, bisa jadi tergiur nikmatnya kekuasaan.

Selain bisa berakibat fatal bagi dirinya, lebih-lebih berdampak negatif bagi yang dipimpinnya, bagi konstituennya, bagi masyarakatnya, bagi rakyatnya. Secara umum, keadaan sulit menjadi lebih baik.

Leiden is lijden.” Artinya, memimpin itu menderita. Demkian bunyi sebuah pepatah Belanda.

Benar, bahwa usia hanyalah angka. Tapi jangan lupa, tubuh manusia mempunyai masa. Beberapa organisasi, perusahaan dan komunitas, dengan bijaksana, mencantumkan syarat usia maksimum, kesehatan dan kebugaran untuk memilih pemimpin di lingkungannya.

Calon pemimpin yang mempunyai riwayat menderita penyakit degeneratif dipertimbangkan dengan saksama sebelum lolos dalam seleksi pemilihan.

Di sisi lain, masyarakat punya hak untuk mempunyai pemimpin yang sehat jiwa dan raga. Jernih berpikir, pandai bercengkerama, gesit keluar-masuk lingkungannya, mendengar langsung keluhannya. Pemimpin idola mempunyai feeling yang tajam, naluri yang kuat, reaksi yang cepat, dan gerak refleks yang spontan.

Tulisan ini hanya sekedar sekeping uang logam bernilai dua sen (This is only my two cents). Untuk para pemimpin dan calon pemimpin, baik berskala internasional, nasional mau pun lokal. Moga-moga bermanfaat.

Izinkan saya menutupnya dengan pesan untuk mereka yang (merasa) sudah senja. Termasuk Presiden Joe Biden.

Mister Joe Biden, sudahlah. Anda bukan hanya Presiden Amerika. Anda juga warga senior yang seyogya menikmati hidup bahagia di masa lansia, sambil memancarkan kerlipan sinar di antara kerut-kerut yang menghias wajahmu.”

It’s important to have a twinkle in your wrinkle.” (Anonim)

Baca juga: Perubahan Eksponensial: Handikap yang Kami Hadapi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here