Modal Iman, Bukan Harta

0
48 views
Ilustrasi: Turne masuk kawasan pedalaman stasi di Keuskupan Ketapang, Kalbar. (Ping)

Kamis 11 Juli 2024.

Hos 11: 1-4.8c-9;
Mzm 80: 2ac.3b.15-16;
Mat 10: 7-15

SUKSES tidak diperoleh hanya dalam semalam. Setiap kebahagiaan, kemakmuran, dan karier yang cemerlang merupakan buah kerja keras dan perjuangan dalam jangka panjang.

Untuk meraih keberhasilan, kita harus mamaknai setiap hari sebagai peluang untuk menanam bibit kesuksesan. Dengan cara ini, sedikit demi sedikit kita bisa terus mendekati kesuksesan.

Kita perlu menyadari bahwa kesuksesan dan kekayaan sejati terletak pada Allah. Kita mesti belajar untuk mempercayai Allah sepenuhnya sebagai penyedia segala kebutuhan kita.

Apalagi jika kita bekerja melayani Tuhan, kita harus yakin sepenuhnya bahwa Allah akan memberikan segala yang kita perlukan.

“Sebuah pengalaman kecil waktu saya kerja di pendalaman Kalimantan,” kata seorang sahabat.

“Untuk turney atau kunjungan umat selamat dua pekan lamanya ke Hulu Sungai Kapuas diperlukan biaya kurang lebih Rp 12 juta. Jika bukan kemurahan Tuhan, tidak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu, apalagi kalau hanya mengharapkan uang dari kolekte.

Turney tetap bisa berjalan karena ada umat yang diutus Allah untuk membantu kami, ada orang yang bermurah hati, ada penyelenggaraan ilahi, hingga bisa mengatasi kesulitan biaya turney,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jangan membawa uang. Juga jangan membawa tas, pakaian atau sepatu cadangan, atau sebatang tongkat sekalipun; karena seorang pekerja layak mendapatkan makanannya.”

Ketika kita memilih untuk hidup lepas dari harta dan kekayaan dalam mewartakan Kerajaan Allah, kita mengakui bahwa kekayaan sejati kita adalah iman dan hubungan dengan Allah. Ini mengajarkan kita untuk bergantung sepenuhnya pada Allah sebagai penyedia dan pelindung dalam setiap aspek hidup kita.

Kehidupan tanpa harta benda memungkinkan kita untuk hidup dalam kesederhanaan dan kedermawanan yang lebih besar. Ini membebaskan kita dari belenggu materialisme dan mengajarkan kita untuk lebih berbagi dengan sesama yang membutuhkan, mencerminkan kasih dan kebaikan Allah kepada dunia.

Tanpa beban harta dan kekayaan, kita dapat melayani dengan lebih fokus dan tanpa kepentingan pribadi yang tersembunyi. Kenyataan ini mengingatkan kita bahwa pelayanan Kristiani haruslah dilakukan dengan tulus dan murni, tanpa motif atau imbalan duniawi.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menjamin karya pelayananku pada kemurahan Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here