BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN
Senin, 14 Juni 2021
Bacaan:
- 2 Kor 6: 1-10.
- Mat. 5: 38-42.
ADA bagian dan hak orang miskin dari apa yang kumiliki. Itulah dasar sedekah. Bersolider itulah ungkapan lainnya.
Melihat dan terharu
“Romo, datang ya pas Imlek ke rumah. Kita berbincang-bincang dan makan ya, Mo. Kan belum pernah ke tempat saya,” pinta seorang bapak keluarga.
“Baik. Kira-kira jam berapa?”
“Pukul 08.00 ya, Mo.”
Tak Kusangka. Hati terharu. Saya melihat bapak ibu serta anak-anaknya dibantu dengan satpam setempat memberi angpao kepada mereka yang datang.
Berbagi rezeki Imlek, walau sudah menjadi murid Tuhan. Satu angpau berisi Rp 10.000.
Bingkisan berupa kue, permen, sebungkus roti marie regal, tiga bungkus mie instan, teh sekotak dan gula pasir 1/2 kg.
Mereka sudah antri sekitar pukul 07.00 pagi.
“Kok mereka bisa antri dengan tertib ya?,” tanyaku
“Sudah biasa Romo. Acara tahunan. Kami melanjutkan apa yang selalu dilakukan orangtua kami.
Kami sudah saling mengenal. Dan yang datang adalah level keturunan yang kedua anak atau cucu.
Setiap tahun ada beberapa orang yang baru. Jumlahnya juga tidak banyak.
Karena keterbatasan, kami hanya menyediakan 1.000 paket. Kerjasama dengan pihak keamanan sangat baik.
Mereka membagikan sembako dengan sistim kartu.
Sementara kami sekeluarga membagi angpao.
Ini nasihat mama papa kami.
Kami hanya meneruskan petuah almarhum. Kami diajari menabung dari uang jajan kami untuk kegiatan ini.
Rumah kami sekarang aman Romo.
Dulu, toko mama papa sempat dijarah habis- habisan. Beberapa toko sembako kami juga aman. Tidak ada yang mengganggu dan malak.
Tukang parkir di depan ruko kami menjadi benteng kami. Paket 1.000 itu termasuk karyawan kami Romo, sekitar 150 orang.
“Gimana perasaannya membagi-bagi, Fey?”
“Senang aja Romo. Gembira memberi.”
“Enggak takutkah?”
“Enggak tuh. Selain terbiasa; mereka mengenal kami. Kadang mereka mendoakan kami secara spontan,” kata puterinya yg duduk di SD, kelas VI.
Pukul 09.30 pembagian kegembiraan Imlek selesai.
Pihak keamanan dan mereka yang bantu makan bersama di dalam garasi yang memang sudah disediakan untuk mereka.
Tentu bingkisan dan sedikit angpao lebih mereka terima.
“Bagaimana ini bisa terjadi dan sudah berapa lama?”
“Mama papa dulunya tidak punya apa-apa. Kami miskin. Menyedihkan. Kami tujuh bersaudara. Tidak ada yang sekolah. Semua hanya tamat SD.
Kami bekerja berjualan membantu papa mama. Toko sembako kami ramai. Setiap dari anak papa mama diberi toko yang sama.
Tetapi tempat berbeda. Sebelum meninggal, mereka tidak punya apa apa. Mama minta kami untuk melanjutkan ini; dan kami menyanggupi.
Mereka mengenal orangtua kami. Dan mereka sangat baik, tidak mengganggu kami. Bahkan ketika ada kerusuhan, mereka berdiri di depan toko kami.
Mereka menjaga
Awalnya sih, papa mama tidak memberi uang ,kalau ada pengemis. Tapi memberi satu bungkus air putih dan roti.
Kadang kalau melihat orang itu lapar, mama lalu membungkus nasi dan lauknya. Hasil masakan mama.
Dari tahun ke tahun tampaknya jumlah mereka yang datang lebih banyak. Tetapi tidak apa-apa. Tuhan memberi rezeki bagi ketujuh saudara kami.
Kami bekerjasama dan kami selalu membelikan materi di rumah mama.
Kami tersentuh. Ketika papa dan mama meninggal banyak sekali yang mengantar ke pemakaman. Kami mendadak memesan bebeerapa bus. Sebagian konvoi dengan motor; seakan-akan papa dan mama kami seorang pejabat.
“Pernahkah ada yang tidak kebagian? Lalu menjadi anarkis?”
“Tidak pernah. Kami konversikan dengan uang. Yang mengherankan ,toko sembako kami semua ramai, walau harganya sama dengan toko-toko yang lain.”
Santo Paulus meneguhkan, “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.” ay 2b.
Yesus menganjurkan solidaritas hati yang berbelas kasih sebagai tanda kemuridan, ay 39- 42.
Tuhan, ajari kami merayakan hidup dengan berbagi kepada mereka yang kecil. Amin.