SEBUT saja teman saya ini bernama Mr. X. Ia adalah mantan frater Jesuit keluaran luar negeri dan bekerja di sebuah lembaga bergengsi. Dua tahun lalu ia dikenalkan oleh seorang temannya –juga seorang mantan frater Jesuit– kepada seorang perempuan muda bernama Ms. W.
Perkenalan itu dirancang terjadi, karena Mr. X dalam posisi tengah mencari jodoh. Maka perkenalannya dengan Ms. W akhirnya berjalan sangat mulus, karena harapannya menemukan calon jodoh tiba-tiba telah ‘disediakan’ oleh temannya.
Sang teman ini mengenal sosok Ms. W dari laman Facebook.
Baca juga:
- Modus Kejahatan Penipuan: Kloning PIN untuk Kelabuhi Relasi Transfer Uang (1)
- Modus Kejahatan di Jalan: Menyaru sebagai Penumpang (2)
Maka hati Mr. X pun lalu berbunga-bunga, karena telah berhasil mendapatkan teman baru yakni Ms. W. Apalagi ketika fotonya diperlihatkan, wajah Ms. W –sang pacar barunya ini– boleh dibilang manis. Belum lagi ada tambahan cerita pendukung lain yakni Ms. W ini selalu berperilaku santun, dan sangat mengesankan punya sumber kehidupan sangat layak untuk dibanggakan: manajer di sebuah pabrik pengolahan bijih plastik di kawasan Provinsi Banten. “Belum lagi mengesankan sangat saleh, karena setiap kali datang telat ikut misa, saya selalu kena marah agar jangan lagi terlambat datang misa,” kata Mr. X ini.
Singkat cerita, perjalanan hubungan asmara antara Mr. X dengan Ms. W berjalan mulus selama dua tahun. Dalam kurun waktu itu, mereka berdua tampaknya mulai sehati sejiwa dan sepakat ingin merengkuh jalan bersama menuju kehidupan rumah tangga.
Bubar jalan
Itu kesan umum yang kami tangkap selama dua tahun terakhir ini hingga akhirnya pada awal Februari 2016, tiba-tiba Mr. X datang mendekati saya dengan suara lirih. “Hubunganku dengan Ms. W sudah bubar jalan. Ternyata dia tidak jujur dalam banyak hal. Statusnya sebagai single juga layak dipertanyakan, pun pula status pekerjaannya,” ungkapnya.
Usut punya usut, akhirnya Mr. X pun bercerita panjang lebar. Antara lain, beberapa hal yang menurut akal sehat tidak bisa diterima, walaupun –seperti bunyi pepatah lama—nasi sudah telanjur menjadi bubur. Artinya, banyak kisah cerita miris yang sudah kadung terjadi, walaupun kalau ditelisik lagi hal-hal semacam itu layak dicurigai karena sangat tidak masuk akal.
Mari kita urai satu per satu.
- Tidak boleh berkunjung ke rumah
Selama dua tahun menjalin hubungan asmara dengan sang pacar Ms. W, teman kami Mr. X ini tidak pernah diberi kesempatan boleh datang berkunjung ke rumahnya atau rumah orangtuanya. Ia selalu dilarang keras datang mengunjungi rumah pacarnya.
“Kepada saya selalu diberikan alasan macam-macam antara lain orangtuanya tidak menyetujui hubungan kami dan masih banyak lagi seterusnya,” kata Mr. X menjawab Sesawi.Net pada kesempatan berkumpul dengan sejumlah anggota Paguyuban Sesama Sahabat Warga Ignatian (Sesawi).
Sekali waktu, Mr. X datang nekat mengunjungi tempat tinggal pacarnya itu di sebuah kota di Provinsi Banten. “Di rumah itu tinggal pula seorang pria. Entah suaminya atau kerabatnya,” tutur Mr. X.
- Mengaku ibunya tengah sakit kanker di Kalimantan Barat
Saking iba oleh rasa belas kasihan, Mr. X selalu bermurah hati ketika dimintai bantuan uang dalam jumlah besar untuk membantu ibu kandung Ms. W yang selalu diceritakan sebagai pasien kritis karena menderita sakit kanker. Jadi, butuh biaya besar untuk pengobatan dan perawatan. “Apa mau dikata, akhirnya saya pun menyumbang uang untuk keperluan itu,” kata Mr. X.
Usut punya usut, di kemudian hari menjadi lebih jelas bahwa ternyata ibu kandungnya sudah lama meninggal dunia. Namun, uang dalam jumlah besar sudah telanjur keluar dari dompetnya.
- Mengaku sebagai manajer di sebuah pabrik besar
Sekali waktu, Mr. X mencoba mengontak sang pacar Ms. W untuk mengajak berkomunikasi. Namun, jawaban SMS dari sana mengejutkan, “Tidak ada sinyal di sini dan tidak ada telepon,” ujar sang pacar di seberang sana. Namun, Mr. X pun penasaran. “Apa benar sebuah perusahaan sangat besar yang punya lokasi training tidak memiliki sambungan telepon?,” gugatnya penuh curiga. Ketika Mr. X akhirnya berhasil menghubungi kantor pusat training tersebut, ternyata nama Ms. W tidak tercantum di perusahaan itu sebagai karyawan. Nah lo.
- Membeli rumah untuk persiapan nikah
Sekali waktu, Mr. X berketetapan ingin memiliki rumah sendiri daripada selalu hidup ngekos. Itung punya itung, duitnya kurang untuk mengajukan proposal kredit rumah. Namun di seberang sana ada beberapa juta uang miliknya yang dibawa pacarnya. Ketika uangnya diminta kembali, banyak alasan dikemukakan yang intinya mengatakan uang itu tidak/belum siap diminta kembali.
- Pinjam mobil selama dua tahun
Belas kasih Mr. X selalu dimanfaatkan dengan sangat sempurna oleh sang pacar Ms. W. Dasar teman kami ini menjalani hidupnya sederhana, maka ketika punya mobil baru pun dengan senang hati dia pinjamkan kepada sang pacar. Lama juga: dua tahun. Ketika benih-benih kecurigaan sudah mulai menyeruak di alam sadarnya, maka buru-buru mobil pinjaman itu dia tarik kembali dengan alasan pajak sudah hampir habis.
Kagetlah dia
Mr. X dibuat kaget bukan kepalang, ketika sekali waktu diberitahu tentang ‘sosok’ sebenarnya Ms. W sang pacar. Syok berat. Itu sudah pasti. Dua tahun menjalin hubungan asmara, namun sosok riil mantan calon pasangan hidup ini baru terkuak jelas setelah menerima masukan dari sana-sini perihal ‘sepak terjang’ Ms. W.
Namun, mau apalagi bilamana nasi sudah telanjur menjadi bubur. Uang berjuta-juta dari kantongnya sudah tersedot untuk membantu pengobatan ibunya yang ternyata sudah meninggal dunia. Untunglah, mobil yang dia pinjamkan berhasil dia tarik kembali, sekalipun –kata Mr. X ini—“Hingga sekarang pun, dia masih berani kirim kabar ingin pinjam mobil saya lagi.”
Menyasar para pastor
Yang lebih menghebohkan tentu saja keterangan dari orang-orang yang sudah mengenal sepak terjang Ms. W ini. Menurut mereka, Ms. W ini sangat ahli bergaul dan pintar menarik simpati para pastor dan konon kabarnya juga kenal akrab dengan sejumlah Uskup.
Dulu sekali, kata beberapa teman, Ms. W ini sering rajin mempostingkan foto-fotonya di FB ketika foto bersanding dengan para pastor dan terutama para Uskup. “Sekarang, akun FB-nya sudah hilang,” tutur seorang teman.
Modus akal bulus yang biasa dilakukan Ms. W ini adalah dengan cara menarik simpati para pastor. Misalnya kesediaannya ingin mengajak mereka makan dan kemudian mentraktirnya. Itu cara paling klasik dan ditempuh ketika bibit perkenalan baru disemai. Pada gilirannya nanti, ketika sang pastor sudah masuk dalam ‘perangkap’ jalinan pertemanan yang semakin akrab, maka akan dimulailah aksi ‘gerilya’ mlorotin uang sang pastor.
Persis yang dialami Mr. X di atas. Kawan kami di Paguyuban Sesawi ini telah menjadi korban diploroti duitnya oleh mantan sang pacar Ms. W lantaran semangat belas kasihan dan ibanya dengan mulus telah diperdaya.
Memperdaya rasa iba
Persis di bagian inilah, para pastor dan Uskup sering menemukan titik lemahnya. Rasa iba dan belas kasihan sering dengan gampang diperdaya orang –terutama kaum perempuan—untuk hal-hal yang ujung-ujungnya berakhir dengan satu label: penipuan. Kasus penipuan dengan modus operandi ini akan menjadi semakin parah, manakala sang pastor kemudian terlibat jalinan asmara yang semakin jauh dengan perempuan model beginian.
Apa yang terjadi kemudian bisa ditebak. Ketika sang pastor sudah terlibat jauh dalam hubungan asmara, maka sudah pastilah sang pastor akan menjadi sasaran empuk untuk sebuah projek pemerasan oleh sang perempuan. Mana ada pastor berani menolak memberikan uangnya, ketika dia –misalnya—sudah telanjur terlibat ‘asmara habis-habisan’ dengan ‘sang pacar’?
Jawabannya hanya satu: sang pastor berada dalam posisi tawar yang sangat lemah di hadapan sang perempuan yang diam-diam telah menjadi ‘pacar’nya.
Dan akan menjadi lebih ‘mengerikan’ lagi, misalnya, bila target sasaran model gaul seperti ini adalah para pastor ekonomat yang mendapat tugas dari Keuskupan atau lembaga gerejani untuk memegang kendali keuangan.
Belajar dari pengalaman menyedihkan yang dialami Mr. X ini, marilah para pastor bersikap waspada kalau ada orang datang mendekat dan kemudian berhasil menjadi sahabat akrab Anda. Waspada dan berhati-hati bergaul itu penting, karena di situ ada udang di balik batu dari model persahabatan semu ini.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)
Sering saya memberi masukan, himbauan dan peneguhan untuk para Frater maupun Pater, bertahanlah menjadi agen kasih Tuhan sebagai gembala umat. Tak usahlah di dengar bisikan-bisikan para penggoda. Mereka tahu kelemahan Frater dan Pater yang selalu penuh iba. Frater dan Pater mempunyai missi khusus yang mulia, bukan sebagai pedagang, wiraswastawan atau pegawai kantoran. Mohon maaf, klerus tidak diajarkan untuk mencari uang apalagi keuntungan dan memang sebaiknya tidak, supaya peka terhadap suara Tuhan. Jadi, ketika tergiur rayuan Iblis bersosok perempuan kemudian menanggalkan jubah dan kesuciannya, pada umumnya tidak pandai menghidupi keluarganya dengan cukup, karena memang bukan bidangnya. Masih untung apabila mempunyai bakat-bakat yang bisa “dijual”, itupun pasti tahun-tahun pertama pontang-panting. Belum lagi rasa penyesalan luar biasa dari sanubari yang terdalam. Sementara si perempuan akan mengeksploitasi tenaga dan pikiran sang mantan frater/pastor ini sedalam-dalamnya, akansering diomeli “dasar mantan frater/pastor” ngga bisa cari duit …” bla-bla-bla. Akan sangat menyakitkan dikemudian hari.
Saya juga selalu menghimbau para ibu maupun anak-anak gadis untuk tidak menjadi Iblis. Cocok, klik, dekat dan akrab tidak masalah tetapi please jangan sampai berpikiran untuk hidup bersamanya. Cinta tidak harus memiliki, tetapi gunakan rasa kasih yang tumbuh justru untuk menguatkan para Pastor yang sudah langka ini. Semoga para gembala kami mendapat tuntunan Roh Kudus untuk terus mencari kehendak Allah bagi penggembalaannya. Berkah Dalem.