Muda Berkelana, Tua Bercerita, Bersama Lansia Panti Wreda Rindang Asih Semarang (3)

0
391 views
Menyuapi seorang opa di panti jompo Wredha Rindang Asih Semarang. (Stefanus Januar)

BARANGKALI pepatah dalam judul di atas sering didengar banyak orang. Tak jarang pepatah tersebut dijadikan sebagai motivasi seseorang untuk menjalani hidupnya. Sehingga sebagian dari hidup mereka dipenuhi dengan banyak perjalanan dari pulau satu menuju pulau lainnya; dari kota satu menuju kota lainnya.

Masa hidupnya ibarat masa muda yang dihabiskan untuk berkelana mengunjungi destinasi yang kadang menarik, kadang menantang, kadang ikonik, kadang pula hanya sebatas ingin ke suatu tempat tertentu.

Sedangkan masa tua diandaikan sebagai sisa hidupnya di dunia, ketika tidak memiliki banyak waktu dan banyak tenaga untuk mengadakan sebuah perjalanan. Sehingga karena kondisinya itu, orang tua hanya bisa menceritakan pengalaman masa mudanya.

Dua tahap hidup manusia

Kedua masa tersebut secara rasional dilakukan dalam jangka waktu yang panjang, dari umur 20-an hingga umur 70-an. Tetapi bagaimana, jika kedua masa itu berada dalam garis waktu yang sama?

Dengan mengubah sedikit cara pandang, penulis melakukan perjalanan yang jarang dilakukan atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh kebanyakan orang muda di umur 20 tahunan. Perjalanan ke sebuah tempat yang tidak diharapkan banyak orang, tempat yang jarang dipandang, tempat yang diandaikan tidak ada keunggulannya.

Panti jompo Wredha Rindang Asih II Semarang  

Tempat itu ialah panti jompo yang berisikan opa-oma. Panti jompo ini berada di tengah Kota Semarang. Sejatinya tempat tersebut menarik, dengan bukti banyak komunitas dari usia anak-anak hingga dewasa yang mengunjungi panti tersebut. Tetapi sering kali dijadikan sebagai opsi terakhir sebagai tempat tinggal seseorang.

Kunjungan ke panti jompo di masa muda memiliki kesan bermakna yang dapat dijadikan sebagai tempat menimba inspirasi untuk menempuh perjalanan hidup hingga masa tua.

Inspirasi yang dimaksud beragam.

Salah satu inspirasi yang ditangkap oleh penulis ada dalam ranah pelayanan kemanusiaan pada konteks melakukan pastoral care. Banyak orang datang ke Panti Wredha Rindang Asih II Semarang untuk melakukan karya sosial.

Kegiatan yang dilakukan disana pertama dan utama adalah memberi dukungan, cukup dengan hadir saja, mendengarkan cerita pengalaman opa-oma, mengikuti kegiatan di panti. Dan kegiatan yang paling menantang adalah menyuapi opa-oma yang tidak mampu makan sendiri.

Kegiatan-kegiatan itu memiliki kesan tersendiri bagi mereka yang tidak pernah menyuapi orang lain.

Mengobrol dengan Opa Reddy, seorang mantan pendeta Gereja Tiberias Jakarta, di panti jompo Wredha Rindang Asih II Semarang. (Stefanus Januar Siscautama)

Menggilas rasa enggan dalam melayani kaum jompo

Kegiatan pelayanan kemanusiaan dalam ranah pelayanan pastoral care yang dialami penulis penuh dengan tantangan. Salah satu kesulitan yang dialami adalah keengganan untuk datang melayani mereka yang terpinggirkan.

Boro-boro ke panti jompo, mengunjungi oma-opanya sendiri saja kadang masih ogah ogahan. Perasaan dan pikiran malas itu muncul karena penulis dan kelompoknya tidak mengerti apa yang perlu dilakukan dalam melakukan pelayanan pastoral care.

Selain itu, penulis juga merasa kurang mendapat bekal yang cukup untuk melakukan pastoral care. Tidak ada panduan baku dalam melaukan pelayanan ini sehingga yang terjadi adalah mengalir sesuai situasi yang ada.

Kisah mantan Pendeta Opa Freddy

Saat itu, penulis mengobrol banyak hal dengan Opa Reddy yang sudah berumur 72 tahun. Ia dulunya adalah seorang pendeta di Gereja Kristen Tiberias; berasal dari Jakarta, dan pernah tinggal di Semarang. Kehadiran penulis di sana hanya mendengarkan Opa Reddy bercerita pengalaman hidupnya.

Sesekali penulis ikut bertanya dan menjawab pertanyaan dari opa untuk mencari informasi dan menggali pengalaman opa selama berada di panti asuhan. Aspek mendengarkan orang tua bercerita kadang dianggap sepele oleh anak muda Generasi Z yang nota bene gampang sekali merasa bosan.

Hal itu juga penulis alami dan rasakan, ketika berdinamika dengan Opa Reddy yang bercerita pengalaman masa mudanya. Sungguh merupakan definisi dari muda berkelana, tua bercerita. Pengalaman dari masa kecil hingga pengalaman ketika berada di panti jompo selama setahun terakhir bagaikan dongeng malam di siang hari.

Menyuapi orang jompo

Setelah kurang lebih satu jam mendengarkan cerita dari Opa Reddy, tibalah saatnya untuk makan siang. Mayoritas opa-oma yang ada di Panti Wredha Rindang Asih II Semarang ini mampu makan sendiri, namun ada beberapa dari mereka yang perlu bantuan untuk disuapi.

Penulis mendapat kesempatan untuk menyuapi salah satu opa yang duduk di kursi roda. Pengalaman menyuapi orang lain baru pertama kali di alami oleh penulis. Sontak sedikit kaget, takut, bingung, dan grogi bercampur menjadi satu.

  • Takut jika tiba tiba tersedak atau bingung memperkirakan jumlah porsi dalam sendok yang dibutuhkan.
  • Ketakutan memperkirakan jumlah porsi dalam sendok adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiran penulis.
  • Segala pikiran negatif itu kemudian hanya terlintas dan hilang begitu saja, ketika penulis akhirnya menyelesaikan tugas pelayanannya.
  • Rasanya senang dan bersyukur telah mampu membantu orang tua yang rentan. Melihat raut wajah bahagia opa membuat penulis menyadari akan nilai kemanusiaan untuk mau terjun dengan tangan sendiri untuk membantu mereka yang lemah.

Bantuan meski kecil, dampaknya akan sangat berguna bagi orang yang membutuhkan.

Berdinamika di Panti Wredha Rindang Asih II Semarang selama kurang lebih dua jam menjadi pengalaman unik untuk mengasah aspek pelayanan kemanusiaan dalam rangka melaksanakan kegiatan pastoral care.

Pengalaman itu dapat mengasah kesabaran penulis; terutama kesabaran untuk mendengarkan cerita orang tua atau pun cerita orang lain. Mendengarkan menjadi aspek penting dalam ber-pastoral care sebagai bentuk kehadiran untuk mau menghibur.

Sedangkan mendengarkan dalam aspek pelayanan kemanusiaan dipandang sebagai bentuk kepedulian dan perhatian kepada mereka yang seringkali tidak diperhitungkan oleh masyrakat. Selain itu, juga mengasah empati penulis agar mampu merasakan dan memahami perasaan, pengalaman, dan kebutuhan orang lain.

Pandangan penulis tentang hari tua juga turut diperbarui bahwa menghabiskan masa tua di panti jompo adalah salah satu pilihan yang dapat dijadikan alternatif kedua. Banyak kegiatan positif untuk mengasah sisi psikomotorik pada masa tua yang dilakukan bersama dengan teman-teman sebaya.

Tidak selamanya berada di panti jompo adalah pengalaman yang membosankan, pengalaman yang dipandang sebagai aib, atau pun pandangan tidak diterima dalam keluarga. Justru panti jompo menjadi sarana yang lebih menghormati orang tua daripada membiarkan para manula di rumah sendirian, sementara anggota keluarga yang lain sibuk bekerja dari pagi hingga malam.

Toh para orang tua yang berada di panti jompo juga boleh menerima kunjungan dari keluarganya sesering mungkin. Sehingga ikatan kekeluargaan di antara mereka tidak terputus begitu saja.

Pelajaran berharga

Belajar dari Opa Reddy yang masa mudanya dipenuhi dengan pelayanan kepada Tuhan telah mengingatkan penulis untuk setia memuji Tuhan; dengan bertekun dalam doa. Kerap kali penulis meninggalkan dan menghiraukan waktu untuk berdoa.

Padahal bagi Opa Reddy sejak muda hingga tua di panti jompo, doa adalah sumber kekuatannya. Ia sering kali bangun pukul dua dini hari untuk berdoa kepada Tuhan setiap hari.

Peristiwa itu menjadi contoh konkret dari ayat Mazmur 71:8-9 berikut: “Mulutku penuh dengan puji-pujian kepada-Mu, dengan penghormatan kepada-Mu sepanjang hari. Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.”

Ayat tersebut kiranya perlu dijadikan inspirasi oleh orang muda mulai saat ini. Setidaknya juga menjadi bekal untuk masa tua nanti.

Akhirnya pengalaman di Panti Wredha Rindang Asih II Semarang menjadi destinasi paling bermakna, ketika penulis berkelana menjelajahi tempat yang berkesan.

Ada kesan tersendiri khususnya untuk membuka pandangan positif tentang panti jompo. Selain mengasah sisi pelayanan kemanusiaan dalam rangka pastoral care, mengunjungi panti jompo juga menjadi wadah untuk menimba inspirasi di masa tua yang akan datang.

Menariknya lagi pengalaman tersebut dapat menjadi pelajaran di masa muda untuk memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang lebih memperkaya pandangan dan pemikiran.

“Lakukanlah perjalanan dengan pemaknaan, sebab perjalanan tanpa pemaknaan adalah perjalanan yang sia-sia.”

Baca juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here