BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Kamis, 19 Agustus 2021.
Tema: Kupilih jalan itu.
- Bacaan: Hak. 11: 29-39a.
- Mat. 22; 1-14.
“Mo, doakan saya ya,” pinta seorang gadis yang kukenal baik dan aktif di paroki.
Kadang, ia membawa buku untuk belajar di sela-sela kesibukannya bergiat sosial di paroki.
“Baiklah. Kalau lulus, kira-kira apa balasanmu untuk Tuhan?” kataku membanyol.
“Apa saja romo yang terbaik untuk Tuhan,” jawabnya tangkas.
“Jadi suster ya. Studimu sangat berguna bagi hidup panggilan dan komunitas para suster yang akan dipilih nanti,” bujukku.
Ia diam saja dan tersenyum. “Nanti, kita lihat ya, Mo,” jawabnya sembari menjauh pergi.
Beberapa tahun kemudian, ia berhasil lulus kuliah dan sedang mencari pekerjaan. Ia juga menjalin relasi akrab dengan seorang pria yang juga aktif di paroki.
“Ini pacarmukah?”
“Baru temenan, Romo,” jawabnya renyah.
Yang lelaki hanya tersenyum. “Betul Romo, masih berteman. Sudah lama. Rasanya agak dekat akhir-akhir ini, Mo.”
“Nikmatilah masa-masa penjajakan kalian. Pacaran juga ngak apa-apa. Mumpung masih muda,” kataku sok tahu.
Mereka pun pergi sambil tersenyum.
Mereka akrab, sangat baik dan saya mengenal mereka sungguh secara pribadi.
Saya bersyukur.
Mereka aktif dan membantu keriangan dalam liturgi.
Tak dipungkiri, kehadiran mereka memberi suasana tersendiri. Kami berharap mereka melanjutkan persahabatan mereka sampai ke jenjang perkawinan.
Anak-anak mereka akan menjadi kader yang baik bagi masa depan Gereja.
Tapi, ternyata Tuhan punya rencana.
Suatu saat, saya melihat mereka jarang bersamaan lagi.
waktu berbeda, saya bertanya, “Di mana pasanganmu?”
Mereka mengatakan hal yang sama dengan cara berbeda.
“Kami jeda dulu Romo. Tidak ada pertengkaran atau beda pendapat. Kami ingin jeda untuk berpikir masing-masing: Apakah kebersamaan menjadi pilihan yang terbaik. Kami punya tenggang waktu tahun ini. Kami sama-sama akan sharing keputusan. Apa pun keputusan kami akan diterima dengan senang hati,” begitu jawab mereka beralasan.
“Waduh jangan putus ya,” pintaku serius.
Hampir setahun kemudian.
“Romo, saya mau memenuhi nasarku dulu. Emang sejak kecil saya ingin menjadi seorang suster biarawati. Tapi ragu-ragu. Apakah Tuhan memanggil saya? Sekarang saya sudah mengambil keputusan,” tuturnya mengagetkan.
“Saya sudah mencari biara yang kungini. Saya percaya, ilmu saya akan terpakai. Dan saya akan berkembang dalam hidup panggilan saya,” lanjutnya mantap.
Sementara, ketika saya bertemu dengan prianya, saya pura-pura serius bertanya, “Bagaimana kelanjutannya?”
“Begini Romo. Dia sudah memutuskan untuk menjadi suster biarawati. Ya, saya mendoakan sesuai dengan komitmen. Kami tetap bersahabat. Saya tidak sedih, malah bergembira. Ia memutuskan secara dewasa. Kami tetap akan baik dan akan tetap bersahabat,” jawabnya tanpa keraguan.
“Oh gitu ya. Hebat sekali pribadi kalian: memberi kebebasan untuk memilih yang terbaik. Kalian menemukan kembali sabda Yesus. Kalian menerima dan menemukan cara Tuhan mengajarkan kebenaran-Nya padamu,” jawabku khas seorang pastor senang “berkotbah”.
Dua tahun kemudian, perempuan muda itu telah menyelesaikan pendidikan novisiatnya. Proses berlanjut. Setelah kaul kekal, suster ini malah bekerja beberapa tahun bekerja di banyak lokasi karya di Indonesia. Bahkan kemudian ditugaskan ke pusat biara mereka di Italia.
Sebagai pastor parokinya dulu, saya merasa bangga. Tidak hanya, karena mudika aktivis paroki itu kini telahmenjadi suster biarawati. Tetapi ilmu yang digeluti di perguruan tinggi menjadi sarana pengembangan dan pematangan pribadi-pribadi suster di biara mereka.
Sumbangsih kedua orangtuanya.
Beberapa tahun, saya tidak mendengar kisahnya lagi, Namun tiba-tiba saya mendengar kabar bahwa beliau baru saja dipanggil Bapa di surga.
Kenangan indah akan kebaikan, pergulatan dan kemantapan menjawab undangan Allah menambah syair indahmya kehidupan.
“Pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu.” ay 9.
Tuhan, bukalah hati kami, agar ada dari buah hati kami, bersedia menjawab panggilan Mu. Amin.