HAMPIR tidak ada orangtua yang tidak mencintai anaknya. Sayangnya ada banyak orangtua yang kurang tahu bagaimana mencintai anaknya. Entah karena tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua, maupun karena malas untuk belajar menjadi orangtua.
Atau, karena kedua orangtua bekerja, sehingga praktis orangtua kehabisan energi dan kehabisan waktu untuk anaknya. Ketika weekend, saat orangtua tidak bekerja, justru orangtuanya perlu waktu untuk istirahat. Padahal saat weekend itu, yang ditunggu. karena anak berharap dapat bercengkrama, bermain dengan orangtuanya, justru sulit dipenuhi.
Anak kurban orangtuanya
Apa pun alasannya, akibatnya adalah anak menjadi kurban (cinta) orangtuanya.
Dengan istilah “kurban cinta”, saya mau menyampaikan bahwa meskipun orangtua bermaksud mencintai anaknya, realitanya telah membuat si anak justru jadi kurban. Bukan orangtua yang berkurban demi anaknya, melainkan, anak yang dikurbankan demi orangtuanya.
Beberapa di antaranya, akan saya ungkapkan dalam tulisan-tulisan berikut:
Kelahiran yang amat diharapkan
Ini dapat terjadi, ketika kehadiran anak sudah lama ditunggu-tunggu. Demikian sehingga sejak di kandungan pun sudah amat diperhatikan, biar lahir aman dan sehat.
Biasanya anak akan makin menjadi kurban cinta, ketika anak sudah dilahirkan. Sebab anak ini telah dijadikan anak istimewa. Misalnya anak lebih banyak dituruti keinginannya alias dimanja. Tak ada teguran, tak ada larangan apa pun untuk anaknya. Segalanya diupayakan agar anak jangan sampai kotor, jangan sampai menangis.
Anak yang demikian itulah anak kurban cinta akibat dari cinta yang berlebihan. Kelihatannya anak sangat dicintai, tetapi sesungguhnya hak-hak anak telah dirampas habis-habisan. Hak untuk berproses menjadi anak dengan segala jatuh bangunnya, hak untuk belajar dari kesalahan dan kegagalannya telah diambil semuanya.
Jangan heran bila anak ini tak akan pernah jadi dirinya sendiri.
Anak berkelebihan cinta seperti ini juga dapat terjadi karena sebab yang berbeda. Misalnya, karena kakak anak ini meninggal saat dilahirkan. Demikian sehingga orangtua merasa bersalah, merasa menyesal atau berdosa. Akibatnya Orangtua akan melakukan apa pun untuk anaknya.
Pokoknya anak gak boleh kecewa, gak boleh berada dalam situasi yang dianggap mengandung resiko. Menangis, kecewa, jatuh, sakit, kotor, semua dilarang keras. (Cinta) Orangtua yang demikian sudah tak mungkin lagi terbuka terhadap satu saran atau masukan apa pun.
Sebab secara tidak sadar ada upaya untuk melakukan silih atas kesalahan atau dosa orangtua hingga menyebabkan kecacatan atau kematian kakak dari anak ini.
Anak jadi kurban cinta, sebab “cinta” nya pada anak sebenarnya tidak murni demi anak, melainkan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan rasa bersalahnya terhadap kakak dari anaknya ini.
Padahal kalau saja mau jujur dan terbuka pada penyelenggaraan Tuhan, mati hidup kita selalu ada di tangan Tuhan. Lagi pula anakmu sebenarnya adalah juga anak Tuhan. Kalau pun benar kecacatan atau kematian kakaknya itu karena kealpaan orangtua, tetapi kan tidak perlu dan tidak adil jika mesti melibatkan adiknya.
Di sini juga menjadi jelas bahwa perkara kehamilan, kelahiran pendidikan anak tidak cukup kita hanya mengandalkan kekuatan dan kemampuan kita. Yang paling dasar, kita tetap perlu mengandalkan Tuhan dalam doa dan tindakan kita, orangtua.
Jika Anda berkenan dan ingin membagikan tulisan ini, monggo silakan. Terimakasih.
Jika Anda tergerak hati dan berkenan untuk menanggapi degup jiwa saya ini atau malah mau syering pengalaman, terimakasih sebelumnya.
YR Widadaprayitna
H 241126 AA