SESUNGGUHNYA anak-anak kurban cinta dapat dicegah atau dikurangi, seandainya para orangtua mau belajar dari orang-orang yang memang punya cinta pada anak-anak. Sayangnya, ada orangtua yang yang kuat pendiriannya.
Walau salah, tetapi tetap tak mau dengar masukan. Salah satunya adalah terkait dengan pemberian ASI bagi anak bayinya.
Mengganti ASI dengan susu sapi
Anak juga bisa menjadi kurban cinta orangtua, lewat pilihan dan putusan orangtua selama proses pertumbuhan anak setelah dilahirkan. Misalnya, tidak sedikit orangtua -juga ibu yang baru saja melahirkan anak- tidak tahu; hingga tidak peduli betapa pentingnya ASI untuk anaknya.
Bahkan tetesan pertama ASI (colostrum) yang keluar dari puting susu mamanya itu maha penting dan perlu. Tetes-tetes awal ASI yang berwarna kekuning-kuningan itu khasiatnya berdampak sampai sepanjang hidup anak. Sebab, tetes-tetes awal ASI tersebut mengandung vitamin cinta dan kehidupan yang dahsyat khasiatnya. Ajaibnya, karya Tuhan justru terwujud secara nyata dalam ASI.
ASI itu selalu sesuai dengan kebutuhan anak; demi kesehatan dan tumbuh kembangnya anak.
Orangtua atau ibu tak perlu gelisah, kalau ASI belum keluar di hari pertama setelah melahirkan. Sebab ketika bayi dilahirkan, dia sudah cukup dibekali untuk tidak menyusu sehari. Kewajiban moral seorang ibu yang dipercaya Tuhan melahirkan anak adalah memberi ASI pada anak yang dilahirkannya.
Maka tidak perlu keburu-buru memberi bayi yang baru lahir dengan sufor. Jangan sampai terjadi, karena saking cintanya pada anak, ditambah kurangnya pengetahuan, akhirnya anak jadi kurban.
Di hari-hari pertama kelahirannya di dunia, dia malah mendapat susu sapi dan bukan ASI. Andai pun ini terjadi, sebaiknya terus diusahakan agar ASI tetap yang utama. Syukur malah satu-satunya asupan untuk anak tercinta.
Jangan pernah mengganti ASI dengan sufor, meski yang paling mahal sekali pun. Sebab yang mesti dipertanyakan juga adalah kandungan gula dan pengawetnya serta kadar susu sapinya juga.
Panggilan khas seorang ibu adalah mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya. Untuk itu, Tuhan menyediakan bekal istimewa yang berupa ASI. Oleh karena itu, putusan tidak memberi ASI pada anaknya bisa merupakan bentuk pengingkaran atas panggilan Tuhan bagi seorang ibu. Apalagi kalau alasan tidak memberi ASI tersebut semata-mata demi kepentingan ibu.
Misalnya menyusui atau memberi ASI itu merepotkan ibu. Lebih repot, kalau ibu bekerja di kantor, ia masih harus memompa ASI. Dan jika masih menyusui, juga dapat mengganggu penampilan ibu. Di sinilah jelas-jelas anak dikurbankan demi ibu atau orangtuanya.
Terkait dengan ini, anak juga dapat menjadi kurban cinta, jika alasan orangtua mengganti ASI dengan sufor. Karena orangtua ingin anaknya cerdas, maka anak diberi sufor yang menjanjikan kecerdasan lewat iklan-iklannya. Atau orangtua ingin sekali anaknya badannya gendut dan gemoy.
Anak-anak ini adalah anak anak kurban cinta orangtuanya. Untuk diketahui saja dari pengalaman mengasuh anak-anak, amat sangat kuat buktinya bahwa anak-anak yang ketika kecilnya full ASI, anaknya akan tahan terhadap aneka penyakit.
Andai pun sempat terkena penyakit, ia akan cepat sembuh. Sementara, anak-anak yang tumbuh tanpa ASI, sangat rentan terhadap aneka penyakit. Silakan cek pada pengalaman pribadi atau pengalaman teman-teman di sekitar Anda.
Akhirnya, mari kita mulai dari diri kita untuk meminimalisir anak-anak kurban cinta di sekitar kita. Semoga Tuhan merestui upaya kita mencintai anak, tanpa harus mengurbankan anak. ASI is the best dan juga murah lagi. Karena ASI itu adalah kemurahan Tuhan paling nyata.
- Jika Anda berkenan dan ingin membagikan tulisan ini, monggo silakan. Terimakasih.
- Jika Anda tergerak hati dan berkenan untuk menanggapi letupan jiwa ini atau syering pengalaman, terimakasih sebelumnya.
YR Widadaprayitna
H 241204 AA