PERNAHKAH memelihara burung merpati? Waktu saya masih kecil, kami punya merpati jenis kucir, bukan merpati gundul. Walau ibu saya tidak terlalu senang, karena merpati suka makan gabah yang dijemur ibu. Tetapi kami -setidaknya saya- senang karena beberapa alasan.
Satu, pagi atau sore setelah kami beri makan, kami sering “gabur” merpati. Kami beri tepuk tangan, lalu kawanan merpati itu akan terbang memutar, bikin lingkaran spiral.
Artinya mereka terbang memutar makin lama makin tinggi. Setelah lebih tinggi, tepuk tangan kami ganti dengan memukul kentongan besar, dengan irama “doro muluk” (merpati terbang). “Tonthong tonthong.”
Merpati itu akan terbang makin tinggi di langit, hingga tinggal nampak titik-titik kecil memutar di angkasa. Kalau sudah begitu, kami berhenti memukul kentongan, biar mereka turun. Seperempat jam kemudian mereka akan tiba kembali di atas genting rumah kami.
Dua, sering juga kami kedatangan merpati lain yang bukan milik kami. Konon itu adalah merpati yang ditinggal mati, hilang pasangannya. Merpati yang datang itu, biasanya kami potong; kami “gethik“, jadi srundeng merpati.
Tiga, saya senang memperhatikan ketulusan cinta pasangan merpati yang kami punya. Ketika mereka berdua sudah menemukan cintanya, mereka saling memadu kasih dengan indahnya. Saling menyapa, “ngaras“, seperti oramg membelai rambut pasangannya. Saling ciuman… sampai akhirnya mereka berdua kawin.
Ketika tahu waktunya bertelur akan tiba, mereka membutuhkan sarang untuk bertelur. Mereka berdua, jantan dan betina, bekerjasama membuat sarang. Mereka berdua bekerjasama. Kalau yang satu mencari bahan sarang, pasangannya membuat yang sarangnya. Ini makan waktu 2-3 hari lamanya. Sarang pasti sudah jadi ketika waktu bertelur tiba.
Merpati hanya bertelur dua butir. Telur akan dierami selama dua pekan lamanya. Mereka mengerami telurnya juga berdua, bergantian.
Ketika kedua kenyang, pasangan yang tidak sedang mengerami telur akan setia menunggui di dekat pasangan yang sedang mengerami telurnya.
Saat pasangannya sedang pergi mencari makanm pasangannya akan menggantikan mengerami telurnya. Begitu seterusnya sampai telur-telur itu menetas.
Indahnya lagi, dua pekan setelah dierami, telur-telur itu akan menetas; menjadi “piyik” (anak merpati) Untuk itu, piyik-piyik itu mesti disuapi -“diloloh” oleh induknya. Artinya, induk akan mencari makan, setelah pulang makanan yang sudah di temboloknya itu akan dikeluarkan untuk di-loloh-kan ke paruh piyik-piyik itu.
Mereka me-loloh anaknya juga berdua bergantian. Dari saat matanya masih menutup hingga siap belajar terbang, piyik-piyik itu dijagai dan diloloh oleh kedua induknya. Sebab kalau ditinggal, ada kemungkinan piyik-piyik itu akan mati dimakan semut atau tikus.
Begitulah pasangan merpati itu me-loloh anaknya hingga bulu-bulu piyik itu tumbuh sempurna.
Terutama hingga bulu sayapnya cukup kuat untuk terbang mengangkat tubuhnya. Pada saat itu, induk merpati akan menunjukkan bagaimana caranya terbang.
Mereka akan membujuk dan memancing anaknya untuk keluar dari “gupon“nya. Setelah di luar, induk merpati akan memberi contoh terbang dengan sayapmya.
Caranya juga bagus. Setelah piyik di luar gupon, induk merpati akan terbang dari gupon ke bawah. Biar piyik besar itu mengikutinya.
Terbang pertama ke arah bawah, dari gupon ke tanah. Sesudah itu tahap berikutnya induk akan terbang jarak pendek. Sampai bisa terbang kembali ke gupon.
Setelah bisa terbang mereka tidak akan diloloh lagi. Piyik telah menjadi merpati muda. Merpati muda itu sudah harus bisa mencari makan sendiri.
Yang juga menarik adalah ketika entah kenapa, pasangannya mati/hilang dimakan kucing atau luwak, duda atau janda merpati itu akan pergi menghilang entah ke mana. Mungkin ke kawanan lain biar di-gethik, jadi srundeng merpati.
Begitulah kisah cinta dan parenting ala merpati. Mereka tulus penuh cinta, rela berkurban mendidik, hingga anaknya mandiri. Baru setelah anaknya mandiri, mereka siap untuk misi berikutnya, bertelur lagi. Ternyata cinta merpati itu tulus dan total.
Karena itu, “sosok” merpati sering dipakai untuk menasihati pengantin. Hiduplah seperti merpati.
Jangan hidup seperti ayam yang mengawini emak dan anak cucunya: ya emaknya, ya anaknya, ya cucunya dikawininya.
Atau seperti bebek, satu pejantan untuk 20 betina. Betinanya pun kalo bertelur waktu dan tempatnya sembarangan.
Bebek bertelur di mana-mana, entah pagi maupun sore. Bebek gak pernah mau mengerami telurnya sendiri.
Pesannya
- Tuluslah mencintai pasangannmu.
- Total-lah membesarkan anakmu hingga anakmu mandiri, mampu hidup, dan menghidupi diri sendiri.
Semoga anak-anak makin dicinta dan Tuhan makin dipuja
YR Widadaprayitna
#achristianparenting
#alovingfamily
Baca juga: Mutiara Keluarga – Princess