Rabu 28 Juni 2023.
- Kej. 15:1-12,17-18.
- Mzm. 105:1-2,3-4,6-7,8-9.
- Mat. 7:15-20
BEBERAPA waktu lalu saya diajak seorang teman mengunjungi sebuah toko yang menyediakan barang-barang KW.
Kita di Indonesia punya sebutan khusus bagi barang-barang palsu atau imitasi, yang sering disebut KW.
KW artinya ‘kwalitas’. Meski bukan kata baku, yang benar penulisannya itu ‘kualitas’, bukan ‘kwalitas’.
Sebutan KW begitu populer dan cukup mendarah daging di Indonesia seiring dengan membanjirnya barang-barang palsu, imitasi atau tiruan dalam kehidupan ini.
Saat ini pasar dan mall dipenuhi dengan barang-barang KW. Jumlah barang palsu atau imitasi yang beredar bertambah setiap hari.
Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru bisa ditemukan banyak istilah soal KW dengan keterangan pelengkapnya, seperti saudara palsu, rasul palsu, guru palsu, Mesias palsu.
Teks ini menunjukkan bahwa “orang-orang palsu” itu memang merupakan sebuah kenyataan yang tak dapat disangkal.
Kepalsuan itu meninggalkan Kejujuran dan mematikan rasa kepercayaan dari orang lain terhadap diri kita.
Menjadi orang yang jujur dan tidak banyak kepalsuan itu membuat hati lebih tenang karena tak perlu risau mencari alasan yang tidak-tidak.
Kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat mahal dan berharga karena mendapatkan kepercayaan tersebut kadang sulit diperoleh.
Bahkan orang yang hanya satu kali berbohong dan menyampaikan kepalsuan akan mendapat cap pembohong dan tukang tipu. Cap tersebut akan terus-menerus menempel sepanjang hidupnya.
Betapa berharga orang yang penuh dengan kesejatian dan jauh dari kepalsuan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yg datang kepadamu dengan menyamar sebagai domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yg buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.”
Yesus memperingatkan pengikut-Nya agar berwaspada terhadap nabi-nabi palsu.
Mereka patut belajar mengenali pemimpin yang perlu diikuti atau tidak dari buah yang dihasilkannya.
Nasihat yang sama pun berlaku bagi kita. Kita perlu bersikap kritis terhadap ajaran siapa pun yang memimpin kita, dengan mengenali buah yang dihasilkannya dalam perjumpaan iman.
Kita perlu meneladani mereka yang sungguh-sungguh menghayati imannya dan membawa perubahan yang baik di lingkungan kita.
Tidak semua anjuran di sekitar kita sesuai dengan nilai-nilai Injil.
Oleh karenanya, kita perlu memiliki sikap kritis dan dewasa dalam beriman, supaya mampu mengamati buah-buah iman yang sesuai dengan kehendak Kristus dan berusaha memberi sumbangan yang baik pula dari diri kita.
Bagaimana dengan diriku?
Adakah kepalsuan dalam hidupku?