BARU kali ini, saya nonton film produksi Kazakhstan – sebuah negara kaya dengan pemandangan sabana di kawasan Asia Tengah.
Untuk mayoritas masyarakat Indonesia, nama Kazhakstan memang kurang begitu populer. Ini kalau harus dibandingkan Uzbekhistan yang jadi terkenal, karena salah satu warganya pernah menjadi isteri seorang tokoh.
Namun, sebenarnya pesona kecantikan Kazhakstan –dengan koleksi panorama alam dan warganya yang aduhai- juga tidak kalah dengan Uzbekhistan.
Bukti di layar lebar
Film kolosal dengan judul Myn Bala: Warriors of The Steppe (2012) membuktikan hal itu.
Di sini, padang sabana tampil begitu eksotiknya. Lengkap dengan lanskap para pejuang “kemerdekaan” bangsa Kazhaks yang dengan sangat mahirnya menunggang kuda.
Di balik mereka terpampang lanskap pemandangan jajaran bukit-bukit indah yang tertutup oleh salju. Lalu, di tempat lain, kuda-kuda tampak berlari kencang, karena dipacu oleh para pejuang muda melintasi padang sabana untuk kemudian “menghilang” di balik bukit.
Perang mempertahankan “kemerdekaan” tanah leluhur dan harga diri orang-orang Kazhaks menjadi tema besar dari film Myn Bala ini.
Kisah heroik yang nyata
Yang menarik, para pejuang ini justru digelorakan oleh sejumlah anak-anak muda yang karena melihat orangtuanya mereka dibantai oleh kaum penjajah asing dari Mongolia, mereka angkat senjata.
Pedang, panah beracun, tombak, dan belati menjadi senjata para pejuang muda yang dikomandoi duet pertemanan antara Sartay dan Taimas.
Juga didukung oleh oleh pejuang perempuan Korlan dan tampilan wajah cantik Zere – roman muka khas wajah Asia Tengah yang dicirikan dengan mata sedikit sipit, wajah setengah Kaukasus dan serba ramping.
Myn Bala diangkat dari kisah nyata. Terjadi kira-kira abad ke-18 –dikenal dengan peristiwa Battle of Anyrakay (1729)- ketika para pejuang muda itu memutuskan angkat senjata melawan invasi para penjajah Mongolia yang datang dari arah timur untuk merampas kuda, semua ternak, dan harta benda mereka.
Dari kondisi dalam acaman invasi kaum Dzungars dari Mongolia inilah, tiga sekawan Sartay (pemuda “manis” yang diperankan Asylkhan Tolepov), Taimas (Ayan Utepbergen), dan Korlan (Kuralay Anarbekova) muncul sebagai tokoh-tokoh pejuang muda Kazhaks. Mereka berani melawan tirani bangsa Mongol yang ingin menguasai dan menduduki lahan permukiman orang-orang Kazhaks.
Tentu di Myn Bala ini banyak tercurah sorotan kamera yang memperlihatkan percikan darah muncrat. Tubuh-tubuh para pejuang dan tentara Mongol -musuh bangsa Kazhaks di abad ke-18- tampak terjungkal dari dudukan pelana kuda, karena terkena sabetan pedang, tusukan tombak dan belati serta kena panah beracun.
Sekali lagi pesona Myn Bala sebenarnya justru tidak terletak pada adegan-adegan perang itu. Meski, adegan kekerasan bau anyir darah itu telah digambarkan oleh sineas Akan Satayev sebagai sutradaranya dengan sangat fantastis: perang berdarah-darah di pelataran padang sabana yang indah.
Namun, keindahan film ini -setidaknya menurut penulis- justru terletak pada kisah historis dalam balutan pita film ini. Yakni, bagaimana seorang pemuda berjiwa sangat “nasionalis”, tidak takut mati. Demi membela harga diri bangsa Kazhaks dan perjuangan merawat hidup sesama bangsanya.
Belum lagi kalau harus melihat bagaimana panorama cantik padang sabana itu tergambar di balik gunung sebelum matahari terbenam di barat. Atau debu-debu tanah yang berterbangan karena deru sepak kuda-kuda gagah yang dikendalikan para pejuang laki-laki dan perempuan.
Sangat menarik bahwa perempuan-perempuan muda, cantik, dan ramping serta nenek-nenek sepuh masih sangat ciamik mengendalikan laju lari kuda-kuda. Ini antara lain diperlihatkan oleh Zere (Aliya Telebarisova) -perempuan rupawan berpostur ramping- dengan siapa Sartay sejak awal merasa dirinya jatuh cinta dengan gadis kampung tetangga ini.
Myn Bala: Warrior of the Steppe tidak hanya sekedar film perang kolosal. Lebih dari itu, bagi penulis, ini adalah kisah perjuangan kaum muda Kazhaks yang menolak diintimidasi dan dijadikan sapi perah oleh bangsa Mongol -keturunan dinasti Kubilai Khan- tapi berjuang menjaga martabat bangsa dan warga Kazhaks.
Sebuah film bagus yang mampu mempromosikan Khazakhstan yang indah dengan budaya khas Asia Tengah yang sekali waktu sungguh sangat layak dikunjungi sebagai tujuan wisata.