Puncta 27.12.23
Pesta St. Yohanes, Rasul dan Penulis Injil
Yohanes 20: 2-8
HAMPIR setiap orang punya nama panggilan atau nama kesayangan. Orang Jawa menyebutnya “paraban”.
Orangtua zaman dulu sering menyebut anak laki-lakinya dengan panggilan “Thole”. Kalau anak perempuan panggilannya “Gendhuk atau Bawuk”.
Nama paraban itu juga bisa menempel karena ciri-ciri atau perilaku yang terlihat di tengah pergaulannya. Di Seminari kami memberi nama julukan kepada teman-teman sebagai panggilan kesayangan.
Ada teman dipanggil “Holmes,” karena badannya kekar hitam dan gemuk seperti petinju Larry Holmes yang lagi terkenal waktu itu.
Ada yang diberi julukan “Jaran” atau Kuda, karena larinya kencang melesat seperti kuda.
Sedangkan teman yang badannya tinggi besar dan berperawakan gagah dipanggil dengan sebutan Marduk, seorang dewa pelindung kota Babilonia.
Ada pula yang penampilannya bergaya cewek, diberi nama julukan “Mbak Sri atau Tessy,” pelawak Srimulat yang semua jarinya dipenuhi cincin besar-besar.
Nama-nama panggilan itu adalah nama yang lebih populer dibandingkan dengan nama sesungguhnya. Nama sesungguhnya justru tersembunyi di balik nama kesayangan yang lebih akrab dikenal.
Hari ini kita memperingati Pesta Santo Yohanes, rasul dan penulis Injil. Yohanes tidak menyebutkan secara langsung siapa dirinya. Ia membuat “code name” dalam tulisannya. Ia menggunakan nama “paraban” atau julukan.
Dalam perikop ini dikisahkan setelah Yesus wafat. Maria Magdalena menjumpai para murid Yesus karena didapatinya makam kosong.
Ia mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus. Murid lain yang dikasihi Yesus adalah code name atau “paraban” untuk menyembunyikan siapa dia sesungguhnya.
Murid lain itu lebih cepat sampai kubur karena dia lebih muda daripada Petrus yang sudah lambat gerakannya karena usia.
Di ayat lain, murid yang lain itu duduk dekat Yesus saat perjamuan malam terakhir. Dia yang bertanya siapa yang akan mengkhianati-Nya.
Murid yang lain juga disebut saat Yesus tergantung di kayu salib. Ia berdiri di samping Maria. Kepada murid itu, Maria diserahkan untuk menggantikan-Nya sebagai anaknya.
“Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya; “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.
Sekali lagi dalam bab terakhir, terkait dengan pernyataan pada ayat sebelumnya, dinyatakan bahwa “dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.”
Menurut kesaksian para Bapa Gereja, sebutan “Murid yang lain yang dikasihi Yesus itu adalah Yohanes, rasul dan penulis Injil.
Alasan mengapa identitas diri atau nama disembunyikan adalah alasan moral keutamaan kerendahan hati, orang tidak ingin menonjolkan dirinya.
Alasan kedua adalah demi keamanan dan keselamatan diri. Pada masa penganiayaan Gereja perdana, identitas diri disamarkan untuk menjaga keselamatan atau ancaman dari pihak luar.
Alasan ketiga adalah agar para pembaca dapat lebih leluasa ikut terlibat masuk dalam kisah yang diwartakan. Kita semua adalah juga murid yang dikasihi oleh Yesus. Apakah kita juga menyadari akan hal itu?
Mencari belalang di hutan rimba,
Harus minta ijin kepada rajanya.
Kita adalah murid yang dikasihi-Nya,
Jika kita mau mengasihi sesama kita.
Cawas, mengasihi dengan rendah hati
Rm. A. Joko Purwanto Pr