“Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.” (1 Tes 2, 3)
SEORANG mahasiswa baru telah selesai mengikuti masa orientasi kampus. Ada banyak kegiatan yang harus diikuti. Seorang kakak kelas sempat berkata, “Kalian kan susah untuk masuk ke kampus ini. Banyak syarat yang harus dipenuhi dan juga tidak sedikit biaya yang harus dibayar. Kalau masuknya susah dan mahal, ya jangan cepat-cepat rampung kuliahnya. Santai dan nikmati aja bro!”
Kakak menasehati adik adalah biasa. Orang tua menasehati anak juga biasa. Guru menasehati siswa juga biasa. Banyak orang sering membutuhkan nasehat, khususnya pada saat-saat harus menentukan pilihan, mengambil keputusan, menghadapi peristiwa penting di dalam kehidupan.
Banyak orang bertanya dan minta petunjuk saat mengalami kebimbangan, kegelisahan, kegalauan, ketakutan. Mereka bisa mendapatkan banyak nasehat, petunjuk atau kata-kata bijak dari banyak orang. Terhadap satu permasalahan, seseorang bisa mendapatkan nasehat bermacam-macam, berdasarkan pengalaman dan latar belakang pemberinya.
Ada nasehat yang bisa dicerna oleh akal sehat, ada pula nasehat yang aneh-aneh dan tidak mudah dilakukan. Ada nasehat yang tertuju pada pengolahan diri sendiri, ada juga nasehat yang mendorong seseorang untuk bersikap tegas terhadap orang lain. Ada nasehat yang diberikan secara tulus, ada juga nasehat yang diberikan dengan pamrih tertentu. Ada nasehat yang diberikan secara benar, ada pula nasehat yang sesat.
Paulus memberikan nasehat kepada umat beriman di Tesalonika: nasehat yang tidak sesat dan tidak disertai tipu daya; nasehat yang benar dan tidak disertai pamrih atau interets tertentu. Nasehat seperti ini lahir dari seorang pribadi yang integritasnya sudah teruji baik dan benar oleh banyak orang.
Nasehat apa yang saya butuhkan saat ini? Dan nasehat macam apa yang telah saya berikan kepada orang lain? Teman-teman selamat malam dan selamat beristirahat. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)