“Ngono ya Ngono, Ning Aja Ngono”

0
293 views
Ilustrasi - Nyinyir, suka mengkritik orang. (Ist)

Puncta 05.08.23
Sabtu Biasa XVII
Matius 14: 1-12

ALAM demokrasi membuat orang bebas mengutarakan pendapat, mengkritik dan mengekspresikan dirinya. Namun kebebasan berekspresi itu juga ada aturannya.

Bukan hanya agar tidak mengganggu kebebasan orang lain, tetapi juga menjaga keadaban bersama. Kakek saya bilang, “Ngono ya ngono, ning aja ngono.” (Begitu ya begitu, tetapi jangan begitulah).

Bebas tetapi tahu batas.

Baru-baru ini ada orang yang mengkritik presiden dengan kalimat sangat kasar dan tidak sopan. Kata-kata itu diungkapkan di ruang publik yang didengar banyak orang. Para pendengarnya menyambut dengan gemuruh dan sorak sorai.

Saya heran orang seperti itu kok dipuja-puja. Sangat disayangkan kalau ada pemimpin yang anak buahnya atau kawanannya suka berlaku kasar, bertindak seperti preman dan tidak menghargai orang lain.

Saya akan memilih pimpinan yang mengajak kawanannya menghargai perbedaan, bijak dalam perilaku, tidak kasar dan emosional.

Kritik yang baik adalah kritik yang membangun, memberi solusi bukan dengan emosi. Pak Jokowi tidak anti kritik. Beliau pasti senang jika diberi masukan yang berguna untuk kebaikan bersama.

Kritikan juga harus didasarkan kepada kebenaran, bukan asumsi atau hasutan. Mengkritik harus didasarkan pada data dan fakta, bukan karena ”kata orang semata.”

Orang yang memperjuangkan kebenaran akan berjalan juga melalui rel-rel yang benar, valid dan bijak.

Kita perlu belajar dari Yohanes Pembaptis. Ia adalah pejuang kebenaran. Ia bertindak bukan untuk mencari popularitas, tetapi demi kebenaran itu sendiri. Ia mengkritik Raja Herodes yang melanggar aturan moral perkawinan.

Yohanes Pembaptis menegor Raja Herodes karena ia mengambil Herodias istri saudaranya. “Tidak halal engkau mengambil Herodias,” kritik Yohanes.

Karena itu, Yohanes ditangkap, dipenjara dan dibunuh.

Yohanes Pembaptis menghadapi hukuman demi memperjuangkan kebenaran. Ia tidak lari atau menghasut murid-muridnya untuk berdemo.

Ia tidak menghindar dengan alasan sedang khilaf, kesambet atau sedang kerasukan iblis. Yohanes berani menghadapi resiko perjuangannya. Ia berani mempertanggungjawabkan ucapannya.

Mari kita gunakan kebebasan dengan menghargai kebebasan orang lain juga. Anda sopan kami segan. Anda hormat, kami taat.

Hanya satu rama yang namanya Insaf,
Yang lainnya masih harus berobat.
Kita mudah sekali berkata “khilaf”
Untuk lari dari beban tanggungjawab.

Cawas, bertindaklah dengan sopan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here