Nilai Sebuah Persabahatan

0
434 views
Ilustrasi - Yesus teman seperjalananku. (Ist)

Kamis, 6 Juli 2023

  • Kej 22:1-19
  • Mzm 116:1-2. 3-4. 5-6. 8-9.
  • Mat 9:1-8

SETIAP manusia perlu kehadiran orang lain apalagi jika sedang mengalami keterpurukan dalam hidup.

Tentunya, untuk bangkit dari keterpurukan butuh sesuatu yang membuatnya tenang dan berusaha untuk berprasangka baik atas niat dan keinginan serta kehadiran orang lain.

Hidup memang tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan dan hanya dijalani oleh seorang diri, perlu komitmen bersama orang lain.

Sehingga saat ada banyak hal yang dapat membuat kita merasa down, ingin menyerah, dan terpuruk, kita bisa tetap bertahan karena kita tidak berjalan sendiri.

Ketika semuanya berlangsung tidak baik, kita bagaikan orang lumpuh yang tidak mampu berdiri, semuanya menjadi berat dan sulit.

Pada saat itulah, kita sungguh perlu orang lain yang peduli dengan kita. Perlu orang yang membantu kita bangun dari keterpurukan hidup, perlu orang yang punya keberanian dan ketulusan hati untuk membawa kita kepada Tuhan.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”

Bacaan injil hari ini menggambarkan kesetiaan orang yang mengusung orang lumpuh itu kepada Yesus.

Ini merupakan bentuk kesetiaan dari iman yang mungkin akan jarang kita jumpai dalam hidup kita.

Terdorong oleh kepercayaan kepada Yesus, mereka berusaha mendekatkan si lumpuh kepada Yesus.

Keselamatan ternyata tidak hanya buah dari kesalehan pribadi tetapi juga buah dari kesalehan sosial, buah dari komitmen komunitas.

Kisah Injil hari ini menegaskan hal itu. Kesernbuhan yang dialami oleh si lumpuh terjadi berkat iman rekan-rekannya.

Dengan ini nyatalah bahwa iman tidak hanya berdaya guna untuk keselamatan pribadi, melainkan juga berdaya guna demi keselamatan sesama.

Inilah yang dimaksudkan jika dikatakan bahwa “keselamatan sebenarnya adalah tanggung jawab sosial”.

Namun, hal ini akan sulit sekali terwujud jika kita lebih mudah mengabaikan, mengusir, menghindari orang lain dari pada menerima, bersahabat, dan mengampuni.

Orang-orang yang membawa si lumpuh bertemu dengan Yesus sesungguhnya mengajarkan betapa tingginya nilai sebuah persahabatan, penerimaan, dan pengampunan.

Mereka tidak terbuai dengan pandangan saat itu yang menyatakan bahwa penyakit adalah akibat dosa.

Mereka lebih berfokus pada kesembuhan dari pada berpikir mengenai dosa si lumpuh.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku punya komitmen untuk membantu sesama yang menderita?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here