SALAH satu kegiatan yang sudah diagendakan oleh Pemimpin Umum Kongregasi SMFA (Suster Misi Fransiskan Santo Antonius) periode 2018–2022 adalah mengadakan pertemuan para suster medior yang berkaul kekal di bawah 10 tahun (2009–2018).
Akhirnya progam itu bisa berlangsung tanggal 16-18 November 2018 di Komunitas SMFA Boerdonk, Danau Sentarum, Pontianak.
Boerdonk adalah nama tempat pertama Misi SMFA Belanda.
Narasumber yang mengisi program itu adalah Pastor Pius Barces CP dengan tema “Kualitas Penghayatan Hidup Religius. Ia memakai Kitab Hukum Kanonik dan Kitab Suci untuk membahas topik tersebut selama tiga hari.
Pertemuan tersebut dibuka langsung oleh Pemimpin Umum SMFA Sr. Kristina Unau Seni SMFA dengan diawali dengan doa dan Ibadat Singkat.
Sr. Kristina Unau Seni SMFA mengajak, mengimbau, mengingatkan kembali agar para suster medior menjadikan Konstitusi sebagai bacaan sehari–hari. Selain dibaca, konten dan semangat Konstitusi hrus dihayati agar hidup religius juga bisa menjadi sungguh sesuai dengan ‘nafas’ konstitusi.
Konstitusi, kata beliau, mengandung aturan, pedoman hidup.
“Hiduplah sebagai saudari, satu tubuh yang saling melengkapi, saling mencintai, dan tidak saling menyakiti,” imbaunya lagi.
“Orang muda” Kongregasi SMFA
Sebagai kawanan “orang muda” SMFA dan sekaligus saat ini juga bisa dibilang menjadi tulang punggung dalam tugas dan pelayanan Kongregasi, maka para suster medior itu hendaknya mampu berinovasi. Juga dituntut harus bisa kreatif melaksanakan tugas.
Harus mampu kreatif guna mencari terobosan, terutama dalam upaya menangani masalah yang sedang dialami.
Pastor Barces CP sebagai narasumber utama mengupas dan membahas hidup bakti dalam KHK.
Menurut dia, isi dan tujuan hidup bakti adalah demi kehormatan Allah dan firman Allah mendapat tempat yang wajar. Karena itu, para suster itu kemudian “disegarkan” pula dengan bahan tentang hidup berkomunitas, hidup persaudaraan, hidup doa, dan seterusnya.
Untuk memaknai dan pemahaman dengan lebih baik, kegiatan dilangsungkan melalui proses diskusi dan syering kelompok kecil yang terdiri 4-5 suster. Setiap pokok bahasan ditelaah dengan referensi dari unsur–unsur hidup persaudaraan, kaul, dan dimensi teologi: Spiritualitas Hidup Religius.
Volk zisters
SMFA dikenal dengan sebutan “Suster Rakyat” (volk zisters). Kharisma ini merupakan warisan “spiritualitas” besutan Pastor Gerardus van Schijndel, pendiri tarekat, yang ingin membentuk para suster SMFA bersemangat misioner, memprioritaskan karya di daerah miskin.
Para suster SMFA juga diajak mampu menangani “masalah yang timbul” dan berjuang bersama mereka untuk mendobrak mentalitas ketergantungan.
Setiap SMFA harus terus berinovasi dan kreatif, tetap teguh, tekun, bersemangat, terus maju menghayati hidup panggilan sebagai “Suster Rakyat” di zaman now, di tengah arus zaman yang terus berubah begitu cepat.
ke-18 suster “baseta” SMFA periode 2009–2018 yang hadir adalah Sr. Yuli Marita, Sr. Rufini, Sr. Anna, Sr. Trivina, Sr. Martha Liana, Sr. Alfonsa, Sr. Lustiana, Sr. Zenobia, Sr. Kristiana, Sr. Yustina, Sr. Albetha, Sr. Caritas, Sr. Domisia, Sr. Andriane, Sr. Muthia, Sr. Monica, Sr. Yohana, dan Sr. Anselma.
Sr. Vianney dan Sr. Libiria tidak bisa hadir, karena tengah sibuk kuliah di Yogyakarta.
Selama tiga hari, ke-18 medior SMFA harus meninggalkan tugas dan tempat karya masing masing untuk mengadakan pengolahan hidup religius penuh syukur atas tugas dan pelayanan yang dipercayakan Kongregasi SMFA kepada mereka.
Hari Minggu, rangkaian pertemuan “baseta” SMFA ditutup dengan Perayaan Ekaristi.