[media-credit name=”google” align=”aligncenter” width=”404″]google
VATICAN CITY, SESAWI.NET– MANAKALA Gereja Katolik berupaya membantu umatnya menemukan rumah sejati di surga, sering kali gereja lupa memperlakukan warga muda mereka seolah-olah orang muda berasal dari planet yang lain, seorang pejabat teras di Vatikan berpendapat.
“Di banyak gereja lokal, orang muda menemukan diri mereka di tubir persoalan, terutama karena orang gagal berbicara dengan orang muda sesuai dengan bahasa orang muda. Orang, termasuk gereja, memperlakukan mereka seolah-olah makhluk alien yang baru mendarat dari Mars,” kata Uskup Agung Joseph W. Tobin, sekretaris untuk Kongregasi bagi Lembaga-Lembaga Hidup Bakti dan Hidup Kerasulan Masyarakat, menjelang persiapan akhir acara peringatan Hari Orang Muda Sedunia di Madrid, Spanyol dari tanggal 16 Agustus hingga 21 Agustus.
Hari Orang Muda Sedunia
Bagi banyak pemuda dan pemudi Katolik, Hari Orang Muda Sedunia dapat menjadi salah satu acara gereja dimana mereka memiliki waktu, ruang dan teman yang mereka butuhkan untuk mulai menimbang-nimbang bagaimana cara Tuhan menyapa mereka dan menyentuh keimanan mereka untuk terlibat secara nyata baik dalam gereja maupun di dalam dunia.
Mengingat bahwa mereka akan berbagi pengalaman dengan ratusan ribu teman sebaya dari pelbagai penjuru dunia, pertemuan orang muda internasional pertama itu akan menyajikan kesempatan bagi orang muda untuk berkanjang dalam doa liturgis dan berkatekese.
“Dalam pertemuan itu, mereka juga bertemu orang muda lain yang sudah lebih dahulu berdialog dengan sang pencipta untuk bertanya,”Tuhan, Apa yang Engkau inginkan untuk kuperbuat,” kata Bapa Uskup Tobin.
Peserta mungkin juga akan bertemu orang muda lain yang mungkin telah menemukan “perwujudan, kebebebasan dan kebahagiaan dalam hidup religius mereka atau imamat yang tengah mereka jalani,” imbuhnya.
4.000-an seminaris
Perayaan Hari Orang Muda Sedunia akan meliputi pertemuan Bapa Paus dengan para relijius wanita yang berusia di bawah 35 tahun. Setidaknya 1.500 biarawati akan beraudiensi dengan Bapa Suci pada tanggal 19 Agustus. Paginya, Bapa Paus akan memimpin ekaristi di hadapan lebih dari 4.000 seminaris.
Perjumpaan-perjumpaan dalam perayaan itu, menurut Bapa Uskup Tobin, sangatlah penting bagi mereka yang tengah menimbang untuk menghayati panggilan imamat maupun hidup relijius, ataupun mereka yang sudah memulai perjalanan untuk mengucapkan kaul maupun tahbisan.
Bapa Uskup memberi ilustrasi ketika Beliau menjadi pembesar untuk ordo Redemptoris, seorang anggota muda mengatakan apa arti pertemuan antar orang muda semacam itu baginya.
“Dia mengatakan kepada saya bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupnya sebagai imam Redemptoris bahwa ia berada satu ruangan dengan rekan sesama Redemptoris yang masih berambut tebal dan belum ubanan,” kata uskup berusia 59 tahun itu sambil bercanda.
Bapa Uskup berharap bahwa yang terpenting adalah follow-up dan dukungan setelah selesainya penyelenggaraan Hari Orang Muda Sedunia itu.
“Follow-up dan dukungan lanjutan selalu jadi tantangan bagi setiap pengalaman yang sungguh penuh emosi semacam perayaan [Hari Orang Muda Sedunia] itu. Jika itu mau jadi ukuran, akan susah diduplikasi lagi,” ujar Bapa Uskup.
“Coba tanyakan pada setiap orang muda yang baru menikah apa yang mereka pikirkan ketika bangun pagi dengan wastafel penuh cucian piring, atau menghadapi bayi mereka yang sakit, atau ketika partner mereka bepergian jauh atau, salah satu dari mereka tidak bekerja. Entah bagaimana pengalaman indah penuh emosi pada hari pernikahan mereka menjadi sesuatu yang amat sulit untuk dipertahankan.” kata Bapa Uskup Tobin.
“Mencintai adalah suatu seni, tetapi mencintai adalah juga seni yang menuntut kedisiplinan, praktek dan ya, sering kali kegagalan, tetapi kita memiliki waktu seumur hidup kita untuk terus memperbaikinya jikapun keliru,” tegas Bapa Uskup.
Bapa Uskup juga mendorong para relijius untuk menganggap setiap kontak dengan orang muda sebagai “momen panggilan” untuk membantu orang muda mencari dimana komunitas relijius yang kira-kira cocok dengan panggilan yang bersangkutan.
Para relijius perlu mendengarkan orang muda dan memiliki pemahaman yang terang dan gamblang mengenai identitas orang muda dan mengajak orang muda melihat sendiri apakah mereka cocok dengan komunitas tertentu.
Sebagaimana dalam injil Yohanes, Yesus sama sekali tidak menakutnakuti orang yang berkehendak mengikutiNya. Yesus menyentuh pada apa yang mendorong orang untuk mengikutiNya: “Apakah yang engkau cari?” dan kemudian, “Jika engkau pikir engkau dapat menemukannya bersama dengan Aku, datang dan ikutlah.” Karena itu, undangan justru ada di akhir kisah, ketika Yesus berkata, “Ikutlah Aku,”
Orang muda tidak ingin para relijius “menurunkan standarnya atau mengendorkan tuntutan injili,” ketika harus menjelaskan panggilan kepada orang muda,” kata Bapa Uskup.
Biasanya, orang muda akan mempertimbangkan untuk bergabung dalam komunitas relijius hanya manakala mereka bertanya, “Dan, Hari Orang Muda Sedunia adalah tempatnya untuk bertanya.”
Bahkan bagi negara-negara yang digoyang oleh skandal penyimpangan yang melibatkan para klerus, masih ada panggilan untuk imamat maupun hidup relijius.
Pun pula dalam gereja yang diguncang skandal, katanya, kemarahan menjadi terang benderang dan nyata, akan tetapi masih ada orang muda yang justru lari mendekat kepada gereja, suatu logika yang tampaknya sinting untuk mengambil resiko kehilangan nyawa untuk menyelamatkan gereja,” katanya.
Sumber: CatholicNews.com