Puncta 10.07.22
Minggu Biasa XV
Lukas 10: 25-37
SETELAH ditolong oleh Uskup Myriel, Jean Valjean menjadi manusia baru. Dulu ia narapidana, tapi kini dia sudah bebas menghirup nafas kemerdekaan.
Ia ingat kata-kata terakhir Sang Uskup, “Valjean, aku telah mengembalikan engkau kepada Dia yang mengasihimu. Engkau telah berjanji ingin menjadi manusia baru. Hiduplah dalam terang Tuhan.”
Sejak saat itu hidupnya berubah. Dengan bantuan harta perak berharga dari uskup, Valjean membangun kota Vigo dan mendirikan pabrik bata.
Banyak pekerjanya yang ditolong dari perusahaannya ini.
Ada satu buruhnya bernama Fantine. Ia dikeluarkan oleh mandornya, karena ketahuan punya anak tanpa suami.
Tanpa pekerjaan, ia harus menghidupi anaknya, Cossete yang dititipkan di keluarga Thernadiere yang rakus.
Fantine terpaksa memasuki dunia prostitusi yang keras dan kejam. Karena dilecehkan laki-laki, Fantine melawan dan ditangkap polisi.
Saat itu mantan majikannya, Madeleine, yang tidak lain adalah Valjean menolongnya.
Bahkan ketika Fantine sakit, Valjean membawanya ke rumah sakit dan merawatnya.
Dengan penuh kasih, Valjean berjanji akan menjemput Cossette agar bersatu kembali dengan ibunya.
Namun sebelum anak itu diambilnya, Fantine keburu meninggal. Cossette kemudian diangkat sebagai anaknya.
Karakter Valjean ini mirip dengan Orang Samaria yang dikisahkan Yesus. orang Samaria yang dianggap “musuh” justru menolong orang yang dirampok itu.
Ia membawa si sakit ke penginapan, dan masih memberi uang kepada empunya penginapan. Jika masih kurang, ia berjanji membereskannya setelah kembali.
Orang Samaria itu dilawankan dengan seorang imam dan Lewi yang melihat orang sakit tetapi tidak berbuat apa-apa.
Status, jabatan, kekayaan dan kekuasaan tidak menjamin orang punya moralitas yang baik.
Justru orang asing, yang dianggap “kafir” dan disingkiri malah tergerak oleh welas asihnya kepada saudara yang menderita.
Kita tidak boleh menilai orang hanya dari permukaan lahiriahnya saja.
Belum tentu orang yang suka pakai jubah agama dan sering menyebut nama Allah memiliki sikap moral yang tinggi.
Di sekitar kita banyak orang menderita yang membutuhkan uluran bantuan kita.
Jangan kita meniru para imam dan kaum Lewi yang tidak berbuat apa-apa. Tetapi tirulah Orang Samaria itu.
Lukas tidak memberi nama siapa Orang Samaria itu. Lukas sengaja membiarkan pembacanya untuk masuk terlibat dalam peristiwa itu.
Para pembaca bisa mengidentifikasi diri untuk menjadi Orang Samaria yang baik dan murah hati.
Maukah kita mewjudkan kasih-Nya kepada saudara-saudara yang sedang menderita?
Pergi ke Bali,
Menikmati guling babi.
Mari kita peduli,
Bagi yang butuh dikasihani.
Cawas, hati yang peduli….