“Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.” (Mrk 3, 21)
KETIKA tetangganya sedang berduka karena kematian seorang bapak tua, seorang anak muda yang tinggal di rumah sebelah malahan membunyikan musik dangdut keras-keras sambil berjoged.
Beberapa pelayat berkomentar, “Dasar anak tidak waras!”
Ketika rakyat masih terbeban dalam kehidupan ekonomi, tiba-tiba ada kebijakan untuk menaikkan iuran kesehatan. Banyak orang berkomentar bahwa pengambil kebijakannya memang tidak waras. Ketika bebera orang mentri masih mempunyai jabatan rangkap, ada orang yang berkata bahwa mereka itu adalah orang yang tidak waras.
Bahkan Yesus sendiri juga dikatakan bahwa diri-Nya tidak waras lagi. Istilah tidak waras seringkali terucap oleh mulut maupun tertulis dalam media. Banyak orang sering dikatakan tidak waras, sekalipun badan dan jiwanya sehat. Tidak waras rupanya tidak sama dengan gila.
Orang dikatakan tidak waras, ketika dirinya tidak bisa memahami situasi orang lain secara tepat; tidak bisa ikut merasakan rasa duka dan gembira yang dirasakan oleh sesama atau tetanga; terbelenggu oleh kesukaan atau kepentingan dirinyayang begitu kuat; melakukan sikap dan tindakan yang bertentangan dengan rasa keadilan; mengambil keputusan atau kebijakan ngawur tandap mempertimbangkan berbagai macam hal; tidak bisa membedakan peran-peran atau fungsi tertentu yang melekat di dalam diirnya; tidak mampu menentukan prioritas utama dari sekian banyak pilihan atau hal yang dihadapi.
Sikap, tindakan atau perilaku yang tidak waras biasanya menimbulkan protes, gerutuan, kritikan atau konflik di dalam kehidupan bersama. Orang tidak waras ketika dirinya tidak sadar sepenuhnya akan dirinya, sesama, alam dan Pencipta, sehingga larut dalam khayalan atau kesenangannya. Dalam peristiwa dan pengalaman apa, saya termasuk orang yang tidak waras lagi? Teman-teman selamat malam dan selamat beristirahat.
Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)