RABU, 21 Oktober 2015 yang lalu digelar aksi Gerakan Seribu Koin Kalteng Menggugat (GEBU) di Bundaran Besar Palangkaraya yang dimotori oleh Dewan Adat Dayak (DAD). Sebelumnya, juga berlangsung pengumpulan tanda tangan dari warga Palangkaraya untuk mendukung penyampaian aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Pusat atas lambannya penanganan terhadap situasi darurat asap di Palangkaraya dan kota-kota lainnya di Kalimantan Tengah. (Baca: 24 Jam Palangkaraya Hirup Asap, Itu Namanya Bencana Serius)
Tiga hari terakhir parah
Kepada Sesawi.Net Wikie Theresia berkisah bahwa selama tiga hari terakhir (20-22 Oktober 2015) dampak kabut asap terasa paling parah. “Tiga hari ini asapnya paling parah. Terasa perih sekalli di mata, sementara itu persediaan oksigen di apotik-apotik di Palangkaraya juga terbatas.”
Menurut Wikie, asap bisa tiba-tiba menjadi pekat dan tidak mengenal waktu. Pada hari Selasa kemarin (20/10/15) asap pekat terjadi selama seharian penuh. Sementara itu, hari ini, Kamis, 22 Oktober 2015 asap pekat terjadi pagi hari. “Situasi ini membuat saya kadang-kadang mengalami sakit kepala atau pusing, mungkin karena kekurangan oksigen,” seru Wikie.
Di lain pihak, kondisi putri semata wayangnya yang bernama Rafaella Keanna Tirta Nathania (4,5 tahun) berada dalam keadaan sehat. “Meskipun pernah batuk-batuk, Keana masih bisa diobati sendiri di rumah.” Jelasnya dengan nada prihatin.
Terkait dengan keadaan darurat asap yang terjadi, dr. Herry Tjahjono yang kesehariannya tinggal di Kota Cantik Palangkaraya mengaku tidak tahu pasti seberapa lama manusia dapat bertahan dengan kondisi tersebut (berada dalam lingkungan yang dipenuhi asap 24 jam-red).
Dokter Herry memberi penjelasan lebih lanjut, akibat kebakaran hutan/lahan memberikan banyak partikel berbahaya selain api, yaitu: asap, stimulus psikologis, zat sisa dari pembakaran kayu dan zat-zat lainnya. “Pada fase akut, pajanan utama yg berbahaya adalah api dan asap,” ungkapnya.
Anak-anak dan usia lanjut berisiko lebih besar
Kepada Sesawi.Net dr. Herry Tjahjono memberi penjelasan bahwa asap terdiri dari organik partikel yang sangat kecil, droplet cairan dan gas seperti CO, CO2 dan bahan organik volatil lain, seperti: formaldehidà dan akrolein. Namun kandungan sebenarnya tergantung dari bahan yang terbakar.
“Pengaruh asap yang paling umum antara lain: iritasi mata dan saluran nafas, penurunan fungsi paru, perburukan penyakit paru dan jantung sebelumnya (misal: asma). Selain itu, peradangan paru dan pengaruh pada jantung dan pembuluh darah karena menghirup asap dapat menyebabkan sesak nafas, nafas cepat, nafas bunyi, batuk, rasa panas/terbakar pada saluran nafas dan mata, nyeri dada, pusing atau berkunang-kunang, sakit kepala dan gejala lainnya,” bebernya.
Perkembangan dan efek penyakit yang ditimbulkan akibat asap sangat tergantung kepada bahan yang terbakar, luas dan durasi pajanan, serta kondisi individu bersangkutan (adanya riwayat penyakit tertentu dapat mempercepat dan memperberat gangguan akibat asap).
Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), untuk bayi usia 0-28 hari dengan kadar Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) = 51-100 (sedang) seharusnya sudah perlu dievakuasi (dibawa ke penampungan berudara bersih atau ke lokasi aman atas indikasi medis).
Pada angka ISPU 101-199 (tidak sehat) bayi usia 28 hari – 1 tahun perlu evakuasi. Bayi 12 bulan-60 bulan dan >60 bulan dengan penyakit dasar (paru, jantung atau gangguan imunitas) juga perlu dievakuasi pd ISPU 200-299 (sangat tidak sehat).
Anak-anak berusia 12-18 tahun dalam kondisi angka ISPU>300 (berbahaya) harus dievakuasi. “Sebetulnya semua orang tidak boleh berada dalam ISPU yg berbahaya,” dr. Herry menjelaskan.
Di bagian lain, dr. Herry mengisahkan pergulatannya melawan dampak kabut asap yang berlangsung di Palangkaraya. “Saat awal-awal asap mulai agak pekat, kira-kira sebulan yang lalu anak saya yang kecil, berusia 4,5 tahun sempat kambuh asmanya dan sempat kami bawa ke IGD.”
Dokter Herry bersyukur karena sekarang kondisi anaknya baik-baik saja walaupun kondisi asap jauh lebih pekat dibanding 1 bulan yang lalu. “Anak kami lebih banyak di dalam kamar. Kamar ditutup, AC dinyalakan. Kalaupun terpaksa keluar rumah, kami berikan masker. Di kamar kami sediakan tablet yang berisi banyak games (permainan-red), juga laptop yang berisi games agar tidak bosan.”
Untuk mendukung kesehatan anaknya, dr. Herry memberikan suplemen dengan kadar antioksidan cukup tinggi (Honey Bee Pollen). “Dari pengalaman saya, AC yang ada purifier/plasma cluster membuat udara lebih segar dibandingkan memakai AC biasa.” Meski memakai AC, dr. Herry tetap membiarkan udara dari luar masuk ke dalam kamar anaknya, namun dalam jumlah terbatas.
Selama darurat asap berlangsung, dr. Herry tak pernah lupa mengingatkan kepada setiap pasien yang berkunjung ke praktiknya mengenai perlunya menjaga diri dalam kondisi seperti ini. Selain itu, dr. Herry juga rajin menyebarkan informasi yang berguna via email terkait penanganan dampak kabut asap kepada teman sejawatnya.
Lembaga tempatnya bernaung dan bekerja selama ini juga tak pernah henti menyebarkan informasi kepada masyàrakat luas melalui media cetak, membagikan masker kepada pengunjung dan pasien. “Organisasi profesi juga melakukan pembagian masker dan pembagian telur,” Kisah dr. Herry.
Kredit foto utama: Max Mahin