“Sekali peristiwa berkatalah Yesus, ‘Aku bersyukur kepada-Mu, ya Bapa, Tuhan langit dan bumi, sebab misteri Kerajaan Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.’” (Mat 11,25)
BEBERAPA waktu yang lalu, Menhan RI memberikan kuliah umum kepada civitas akademika Unpatti, Ambon tentang bela negara. Dalam kuliah umum itu, Menhan RI memberikan pesan kepada mahasiswa Unpatti, agar mereka menjadi pemimpin yang pandai merasa, bukan pemimpin yang merasa pandai.
Pesan yang sama biasanya juga diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya atau oleh eyang kepada cucu-cucunya, yakni agar anak-anak dan para cucu menjadi orang yang pandai. Pesan ini mereka berikan kepada anak dan cucu tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Ada orang tua yang begitu cerewet dan terus menerus mengulang pesan tersebut, apalagi ketika anaknya terlihat malas dan nilai rapotnya pas-pasan.
Bahkan orang tua tidak hanya mengulang pesan tersebut berkali-kali, tetapi juga berusaha untuk menjadikan anak-anak mereka pandai, Mereka memilihkan sekolah yang bagus dan yang unggul, menyediakan sarana dan kelengkapan yang diperlukan untuk belajar, menyiapkan bekal yang dibutuhkan, melakukan antar jemput setiap hari, mencarikan guru les atau mengikutsertakan dalam program bimbel. Semua dilakukan agar anak-anak mereka menjadi orang pandai. Mereka rela mempergunakan hartanya untuk membiayai pendidikan anak, sekalipun mereka harus menunda rencana mudik atau rekreasi. Bahkan ada orang tua yang merelakan untuk menjual sawah dan ladang untuk membiayai pendidikan anak.
Banyak orang muda memang mau belajar dengan tekun dan menjadi pandai, entah dengan dukungan orang tua atau karena kesadaran diri mereka. Mereka dinyatakan lulus dan mendapatkan ijasah dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi; mereka telah diwisuda untuk jenjang-jenjang gelar tertentu; mereka meraih banyak nilai bagus dan prestasi akademis lainnya dari berbagai lembaga pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri. Jumlah orang pandai di negara ini pasti banyak.
Menjadi pandai adalah hal yang baik; berusaha menjadi pandai adalah hal yang tidak salah. Namun demikian, orang tidak cukup hanya mengandalkan kepandaiannya saja dan mengabaikan keutamaan lainnya. Kepandaian harus disertai dengan kebijaksanaan, agar orang tidak menjadi sombong dan mudah menyalahkan orang lain; agar tidak merasa dirinya paling benar dan merendahkan orang lain; agar tidak selalu memaksakan kehendak pada orang lain; agar tidak menjadi pribadi yang egois dan licik. Kepandaian tanpa kebijaksanaan bisa membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Orang pandai perlu belajar untuk rendah hati.
Kepandaian macam apa yang selama ini aku perjuangkan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi? Sejauh mana kepandaian itu aku imbangi dengan usaha mengejar kebijaksanaan hidup? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)