DI sinagoga di Antiokhia, Paulus menjelaskan tentang keselamatan dalam Yesus. Mula-mula ia meringkas sejarah keselamatan (Kisah Rasul 13: 16-22). Lalu mengakhirinya dengan menyebut Yesus sebagai Juru Selamat (Kisah Rasul 13: 23) dan betapa agungnya Yesus (Kisah Rasul 13: 24-25).
Meski Dia itu amat agung, Yesus menunjukkan identitas-Nya sebagai dengan cara membasuh kaki para murid-Nya. Tindakan konkret sekaligus simbolis itu digunakan sebagai sarana menegaskan ajaran-Nya kepada para murid.
Pertama, bahwa seorang hamba tidak lebih tinggi dari tuannya dan seorang utusan daripada yang mengutusnya (Yohanes 13: 16). Dalam hal ini, Yesus berbicara tentang diri-Nya di hadapan Bapa-Nya dan para murid terhadap Yesus, guru dan tuan mereka.
Kedua, bahwa seorang dari murid-Nya akan mengkhianati-Nya. “Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.” (Yohanes 13: 18).
Sementara Yesus merendahkan diri dan membasuh kakinya, murid itu malah mengangkat tumitnya. Ini pengkhianatan yang sungguh kurang ajar.
Ketiga, bahwa Yesus tetap membiarkan si pengkhianat itu berjamu dengan Dia dan para murid-Nya. Mengapa? Karena rencana Bapa dan sabda Kitab Suci mesti terlaksana (Yohanes 13: 18). Dengan itu, Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya kepada kehendak Bapa.
Akhirnya, bahwa barang siapa menerima Yesus berarti berarti menerima Bapa yang mengutus-Nya dan barang siapa menerima yang diutus Yesus menerima Yesus pula. Di sini tampak kesatuan antara Yesus dengan Allah Bapa dan kesatuan Yesus dengan semua utusan-Nya.
Dua bacaan hari ini menegaskan tentang kesetiaan. Kisah Rasul menggarisbawahi kesetiaan Tuhan terhadap Israel umat-Nya. Dia memenuhi semua yang dijanjikan-Nya (Kisah Rasul 13: 23). Yesus memenuhi janji itu sebagai seorang hamba yang setia.
Yesus menghendaki agar para murid-Nya pun mengikuti jejak-Nya, yakni menjadi hamba-hamba yang setia kepada Allah dan Yesus. Tatkala dikhianati pun mereka perlu tetap mengikuti teladan Yesus. Itulah tanda utama para hamba pilihan Tuhan.
Kamis, 4 Mei, 2023