Renungan Harian
Minggu, 8 Agustus 2021
Minggu Biasa XIX
Bacaan I: 1Raj. 19: 4-8
Bacaan II: Ef. 4: 30-5: 2
Injil: Yoh. 6: 41-51
“ROMO, saya amat yakin bahwa Tuhan selalu menolong dan menyelamatkan hidup kami. Memang pada awalnya saya selalu mengatakan bahwa kalau saya beriman, Tuhan pasti tidak meninggalkan saya.
Tetapi, apa yang dikatakan sebenarnya masih di bibir. Karena sejak saya menjadi Katolik selalu ditanamkan dalam diri saya oleh guru agama kami.
Namun sejak pengalaman saya waktu di pedalaman, membuat saya sungguh yakin lahir batin bukan hanya di bibir saja.
Hidup saya sekarang saya pasrahkan pada Allah, saya hanya berjuang dan berjuang selagi diberi kesempatan,” seorang bapak syering dalam pendalaman Kitab Suci.
“Pengalaman apa Pak kalau boleh kami mendengar?” tanyaku ingin tahu.
“Romo, dulu waktu masih di pedalaman, saya harus ke kota untuk suatu urusan. Sebagaimana biasa untuk sampai ke kota saya harus pergi dengan perahu dayung.
Hari itu tidak seperti biasa, angin cukup kencang dan arus menjadi cukup deras.
Sehingga saya harus mendayung lebih kuat agar perahu dapat tetap jalan.
Namun entah dari mana tiba-tiba ada kayu cukup besar menghantam perahu sehingga terbalik.
Saya sungguh takut dan panik. Saya berjuang untuk berenang dan meraih kayu yang bisa untuk pelampung.
Untunglah, ada kayu yang bisa saya pegang sehingga bisa dijadikan pegangan dan pelampung.
Tetapi karena arus cukup deras, maka saya hanya bisa ikut aliran sungai berpegang pada kayu itu.
Romo, saya amat takut. Bukan hanya takut, karena arus tetapi takut kalau-kalau ada buaya. Karena sungai di pedalaman terkenal dengan buaya.
Saat itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa dan saya hanya bisa pasrah.
“Tuhan, kalau saya harus mati dengan cara ini saya pasrah, karena Engkau yang mempunyai hidupku,” doa saya dalam hati.
Romo, mungkin karena kelelahan entah pingsan atau tertidur, tetapi tahu-tahu saya sudah dipinggir sungai, dan saya selamat dari sungai yang deras itu. Saya tidak tenggelam dan juga tidak menjadi mangsa buaya. Namun saya juga tidak tahu dimana saya saat itu berada.
Romo, anehnya waktu itu, saya kok tidak menjadi takut dan khawatir. Saya merasa berkat doa saya tadi, Tuhan telah menyalamatkan saya di tempat ini, pasti Ia juga akan menyelamatkan saya.
Malam itu, saya tidur di tempat itu dan terbangun esok hari, karena dibangunkan oleh orang kebetulan lewat dan melihat saya.
Romo, bagi saya ini mukjizat luar biasa.
Bagaimana mungkin saya bisa selamat dan bisa kembali ke kampung dengan kejadian semacam itu.
Itulah romo, pengalaman yang meneguhkan iman saya,” bapak itu menjelaskan.
Iman tumbuh dan berkembang dalam pengalaman hidup. Dan karenanya tidak bisa hilang dari dalam diri seseorang.
Tentu saja pertumbuhan dan perkembangan iman seseorang tidak bisa dibanding dan juga tidak bisa disamaratakan karena pengalaman pergulatannya amat personal.
Satu hal yang pasti iman harus selalu diperjuangkan lewat pergulatan dalam peziarahan hidup.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes: “Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal”.
Bagaimana dengan aku?
Bagaimana aku menumbuhkan dan mengembangkan imanku?