Rabu, 27 Januari 2021
Bacaan I Ibr 10:11-18
Mark 4:1-20
ADA dua kelompok besar di tempat saya melayani waktu itu. Mereka saling bersaing, masing-masing berusaha menonjolkan diri.
Mudah sekali terjadi benturan bahkan sampai perselisihan, meski itu acara Gereja. Mereka tidak peduli, rasa cinta dan bangga sebagai anak suku tertentu itu lebih kuat, dari pada cinta dan bangga sebagai anggota Gereja.
“Kita harus membuat langkah-langkah supaya satu sama lain mau berbaur dan tidak saling curiga,” kata teman serumah yang merasa lelah dengan pertikaian yang kadang terjadi.
“Jika Tuhan tidak menciptakan perbedaan, maka kita tak akan pernah belajar sesuatu,” kataku.
Keprihatinan tersebut menuntun kami untuk memprioritaskan reksa pastoral pada anak-anak.
Supaya sejak dini anak-anak bisa mengelola perbedaan.
Bersama kami ambil langkah-langkah dari perekrutan penamping Sekolah Minggu dari setiap stasi, pembekalan pendamping Sekolah Minggu, sampai diadakannya pertemuan anak-anak se paroki secara berkala minimal dua kali dalam satu tahun.
Pembinaan dan perjumpaan anak-anak itulah yang membuat hubungan satu sama lain menjadi baik. Mereka menikmati dan bergembira tanpa rasa takut meski sadar bahwa mereka berbeda suku dan latar belakangnya.
Mereka menyatu bahkan muncul kebanggaan sebagai anak katolik.
Kebersamaan, kasih dan pemahaman sebagai satu saudara itu ditanam sejak dini, supaya bisa hidup aman dan nyaman berdampingan dengan sesama tanpa rasa curiga.
Hari ini kita dengar, benih yang baik ditaburkan di tanah yang baik, akan menghasilkan buah yang berlipat ganda.
Kita diutus untuk menciptakan dan memastikan kondisi tanah yang mendukung benih bisa tumbuh dengan baik.
Apakah kita melihat dan berusaha membuang duri, semak, serta batu dalam hidup bersama, hingga sabda Tuhan bisa berakar, bertumbuh dan berbuah banyak?