DEMI proses kreatif yang namanya seni, Pastor Matheus Juli Pr rupanya sering tidak bisa tinggal “diam”.
Itulah sebabnya, ketika digagas ide besar akan diadakan “Malam Dana Keuskupan Ketapang” (MDKK), mendadak ‘pikiran liar’nya dalam berkesenian itu mulai ‘kambuh’ kembali.
Sudah puluhan tahun lamanya dan dengan sengaja pula, Pastor Juli telah memadamkan citarasa berkesenian dalam melukis.
Namun, proses kreatif dalam berkesenian itu muncul kembali, seiring dengan kebutuhan mendesak yang terjadi pada saat ini: rumah hunian untuk para imam sepuh purna karya dan renovasi Gereja Katedral Keuskupan Ketapang tahap lanjutan.
Bangunan lama
Bangunan lama Gereja St. Gemma Galgani Katedral Ketapang sudah tidak memadai. “Wajah” asli bangunan lama Gereja Katedral Ketapang ini sangat sederhana. Kapasitas muat bisa jadi tidak lebih dari 200-an orang.
Kini, bangunan lama Gereja Katedral Ketapang dipakai untuk gedung pertemuan.
Bangunan baru Gereja Katedral Ketapang mulai dikerjakan, persis ketika Indonesia dihempas Krisis Moneter alias Krismon tahun 1998.
Itulah sebabnya, kata Pastor Juli di Jakarta akhir September 2018 lalu, bangunan baru Gereja Katedral Keuskupan Ketapang ini menampilkan kesan “apa adanya”.
Supaya lebih indah dan punya ‘nilai tambah’, Romo Juli lalu meretas kembali jiwa seninya. Ia mengajak Petrus Kanisius menerjemahkan proses kreatifnya itu dalam wujud ornamen ukir dan pahatan kayu.
Maka, jadilah Gereja St. Gemma Galgani Katedral Keuskupan Ketapang kini memiliki ‘harta karun’ bernilai seni tinggi. Dan penemu ‘harta karun seni’ itu tak lain adalah romo parokinya sendiri: Pastor Matheus Juli Pr.
Malam Dana Keuskupan Ketapang
Itulah sebabnya, ketika awal Juli 2018 mulai digagas ide besar ingin menyelenggarakan MDDK, jiwa berkesenian Pastor Juli kembali meletup. Apalagi, kata dia, MDKK ini mengemban misi mulia.
Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi mendesain MDKK sebagai upaya bersama untuk menyediakan rumah hunian yang layak bagi para imam Keuskupan Ketapang yang sudah purna karya.
Selebihnya, kata Mgr. Pius di Jakarta akhir September 2018 lalu, juga untuk kebutuhan renovasi Gereja Katedral Ketapang tahap berikutnya.
Demi misi mulia Keuskupan Ketapang itu pula, lagi-lagi Pastor Juli membiarkan jiwa seninya ‘mengembara’ mencari bentuk proses kreatif yang pas sesuai kebutuhan.
Kali ini, ia berhasil “mengawinkan” bakat seninya melukis dan menganyam.
Pastor Juli mewarisi dua bakat seni itu dari kedua orangtuanya. Ayahnya yang bernama Petrus Peder memberinya bakat alam melukis dan mengukir dengan media kayu. Dari ibunya yang bernama Anastasia Elip, pastor berdarah Dayak ini mewarisi bakat menganyam.
Mencintai Keuskupan Ketapang dan Katedralnya: Harta Seni Gereja St. Gemma Galgani (1)
Harta seni khas Dayak
Dua lukisan istimewa, ornamen salib, dan pahatan kayu khas seni Dayak berhasil dia ciptakan untuk mendukung pelaksanaan MDKK di Hotel Mulia Senayan, 28 September 2018 lalu.
Lukisan itu disebut istimewa lantaran beberapa hal luar biasa berikut ini.
Dua lukisan bergambar masing-masing wajah Yesus dan Maria itu bukan hasil goresan kwas di atas kanvas. Tapi, Pastor Juli melukisnya dengan ‘menanamkan’ ribuan manik-manik warna-warni khas Kalimantan hingga kemudian paparan ribuan manik itu mendapatkan wajah sempurnanya dalam wujud roman muka Yesus dan Maria.
jadi, Pastor Juli melukis wajah Maria dan Yesus dengan manik-manik.
Kekuatan yang menjadikan kedua lukisan itu sangat istimewa terletak pada titik-titik di mana manik-manik itu lalu ‘dibenamkan’ pada media perekatnya.
Sudah barang tentu, untuk menjabarkan proses kreatif seperti ini, spirit ketekunan dan ketelitian menjadi andalannya. Dan Pastor Juli telah sanggup melakukannya, lantaran hal itu sangat sinkron dengan bakat seninya yang sudah ada “sedari sononya”.
Rupanya, melukis dengan bahan dasar manik-manik itu pula yang hari-hari ini juga sedang dia kerjakan di Gereja St. Gemma Galgani Katedral Ketapang.
Ia “melukis” dinding gereja dengan untaian manik-manik; sekali lagi bukan dengan kwas dan tinta di atas kain kanvas.
Kepada AsiaNews.it dan Gerakan Words2Share yang menemuinya di Katedral Ketapang akhir Juni 2018 lalu, Pastor Juli berujar bahwa seni tradisi menganyam manik-manik khas Dayak itu harus dlilestarikan. Karya seni khas Dayak dengan bahan dasar manik-manik itu nantinya akan ditempelkan di beberapa bagian dinding Gereja Katedral.
Dalam sekilas penglihatan saja, lukisan hasil anyaman manik-manik itu terlihat indah.
Dan pemandangan cantik itu tidak hanya ada di dinding Gereja Katedral.
Akhir September 2018 lalu, bersama Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi dan rombongannya, Pastor Juli membawa “harta karun” berupa tradisi seni anyaman manik-manik khas Dayak ini ke Hotel Mulia Senayan Jakarta untuk MDKK. (Berlanjut)