SETIAP orang bisa dan memang seharusnya hidup bahagia.
Kita masing-masing ini sungguh berhak mencari dan kemudian bisa menemukan apa yang kita sebut “bahagia” itu. Bagik diri kita sendiri dan juga untuk sesama.
Karenanya, peziarahan hidup keseharian kita dalam upaya mencari dan menemukan kebahagiaan itu pada akhirnya juga akan membawa hidup kita jauh lebih bermakna.
Sekali lagi, bagi diri sendiri dan juga bagi sesama kita.
Berbeda-beda
Satu sama lainnya -kisah peziarahan hidup dan perjuangan mencari “bahagia” itu- pasti akan berbeda. Ada yang lancar-lancar saja. Lain orang malah sampai mendapat pengalaman kebentur-bentur ndak karuan.
Namun di ujung lorong yang gelap itu, nantinya akan muncul pendaran sinar-sinar terang yang menuntun jalan hidup setiap orang. Menuju bahagia dan mengalami hidupnya lebih bermakna.
Karenanya, kita mesti merancang dengan baik agar hidup kita ini punya makna bagi diri dan sesama.
Pengalaman sampai terbentur pada banyak hal dalam upaya mencari bahagia itu juga dialami Pastor James “Jim” Martin SJ.
Yesuit, satu-satunya alumnus Wharton Business School?
Jim Martin bisa jadi merupaan satu-satunya imam Jesuit alumnus Wharton Business School of University of Pennsylvania yang sangat prestisius di Amerika. University of Pennsylvania ini masuk jajaran Ivy League – daftar beberapa universitas beken dan prestisius di Amerika.
Meski cemerlang secara intelektual, namun Jim muda malah sering mengalami hari-harinya tidak bahagia. Terjadi saat ia bekerja menjadi akuntan di General Electric (GE) –perusahaan super besar skala global.
Tinggalkan General Electric
Tapi kemudian, sejarah peziarahan hidup Pastor James “Jim” Martin langsung berubah total. Tayangan TV yang mengisahkan kisah hidup dan sejarah pertobatan Thomas Merton OCSO -seorang rahib Trappist- mendadak langsung ikut mengusik hatinya.
“Jangan-jangan, aku pun terpanggil menjadi ‘orang seperti itu’. Menjadi orang ‘seperti’ Thomas Merton OCSO,” begitu kurang lebih Jim Martin muda mengisahkan gejolak hati dan perasaannya.
Tiba-tiba saja, hatinya merasa “diaduk-aduk” oleh perasaan dan emosi macam-macam. Dan salah satunya adalah keinginan kuat “ingin menjadi seperti” Thomas Merton OCSO.
Sejak itu, Martin pun berujar mantap. “Jangan-jangan dengan menjadi imam, hidupku akan berubah bahagia danlebih bermakna.”
Beberapa tahun kemudian, Jim muda lalu dengan serius mengikuti “suara hatinya”. Berani tinggalkan karier, gaji besar, dan fasilitas hidup mewah di GE.
Dan sejak itu, ia lalu “memeluk” pola hidup baru. Tinggalkan jas berdasinya dan kemudian mulai memakai jubah hitam lazimnya para Jesuit di Amerika.
“In Good Company”
Kisah hidup Pastor James Martin SJ dalam sejarah peziarahan rohani yang begitu panjang upaya mencari bahagia dan makna hidup itu sudah tersaji dengan sangat lengkap dengan model gaya kisah penceritaan yang bagus.
Terbit pertama kali tahun 2000 dengan judul In Good Company. Kami menggarap buku edisi Indonesianya berdasarkan buku yang sama. Nah, terbit acuan kami ini terbit sebagai edisi ulang tahun ke-10.
Dan cetak ulang produksi buku HUT ke-10 ini sudah terjadi tahun 2010 silam.
Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA)
Nah, baru 21 tahun kemudian, buku apik ini berhasil kami bawa ke Indonesia dengan titel baru Rahasia Menjadi Yesuit: Tinggalkan Jas Berdasi demi Jubah.
Terjemahannya dikerjakan dengan sangat apik oleh Romo Dr. Antonius Sumarwan SJ dan Luisa Nainggolan.
Dikerjakan oleh mereka berdua, karena buku bagus ini secara gamblang dan dengan gaya narasi yang menawan ini mampu merepresentasikan perjalanan hidup Pastor Jim Martin SJ -juga tidak kalah menarik.
Buku edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA) sebagai pemegang lisensi terjemahan bahasa Indonesia dan hak edarnya di Indonesia.
Selamat membaca.
Juga selamat mengatur peziarahan keseharian kita masing-masing demi rasa bahagia dan menjadikan hidup kita lebih bermakna.
Gratia supplet.
Bahagia kata kunci dalam menjalani penziarahan hidup. Dan itu dihayati benar oleh oleh Pastor Jim Martin SJ yg mengubah arah hidupnya dari seorang profesional akuntan menjadi pelayan umat di AS. Negara yg dikenal sangat materialistik. Kenapa bisa terjadi krn Tuhan memanggil. Dan kita pun bisa kl Tuhan menghendaki untuk bekerja di kebun anggurnya.
Matur nuwun Pak atas atensinya.