PESAN bacaan hari ini (Kisah Rasul 17: 15.22-18: 1 dan Yohanes 16: 12-15) amat relevan untuk kehidupan saat ini. Ada yang menarik untuk direnungkan.
Paulus, dalam mewartakan injil kebangkitan Kristus, masuk ke wilayah sekuler, yakni Areopagus, tempat dewan kota Atena berkumpul. Dia menyampaikan salah satu khotbah terkenalnya sebagai misionaris.
Paulus berhadapan dengan kaum elit kota Athena. Sebagai seorang terpelajar yang brilian, dia berkhotbah secara berapi-api tentang Tuhan, ciptaan, dan memuja Tuhan. Pendengarnya pun terpana.
Namun, setelah dia berbicara tentang kebangkitan orang mati, sebagian pendengar mencibir dan meninggalkannya (Kisah Rasul 17: 32). Meski demikian, ada pula yang bergabung dengan Paulus dan menjadi percaya (Kisah Rasul 17: 33). Karya misinya menghasilkan buah.
Dunia masa kini memerlukan Paulus yang baru, yakni pewarta injil yang masuk ke dalam masyarakat digital dan virtual yang mengandalkan “artificial intelligence” (AI). Mereka juga perlu diselamatkan.
Kini, warga dunia menggunakan pelbagai teknologi yang makin cepat, praktis, dan efektif. Untuk apa bekerja secara demikian? Apa tujuan yang hendak dicapainya? Apakah hidup demikian jauh lebih bermakna dan membahagiakan? Sebagian besar orang tidak tahu menjawabnya.
Situasi ini seperti Areopagus modern. Para “penyembah” teknologi belum tentu menemukan hidup yang berarti. Makna sejati hidup manusia hanya ditemukan dalam Sang Ilahi; bukan dalam teknologi.
Teknologi itu bagian amat kecil dari realitas yang memfasilitasi hidup manusia. Tuhan Yesuslah pemilik seluruh realitas (Yohanes 16: 15). Jadi, barang siapa ingin menemukan hidupnya bermakna dan selamat mesti datang kepada Tuhan Yesus.
Rabu, 17 Mei, 2023