Percaya kepada Yesus Kristus adalah jalan untuk sampai dengan pasti kepada keselamatan. Kita tidak dapat menerima bahwa garam menjadi tawar atau bahwa pelita ditaruh di bawah gantang (lih. Mat. 5:13-16). Orang-orang zaman sekarangpun masih bisa mengalami kebutuhan pergi ke sumur, seperti wanita Smaria, untuk mendengar Yesus mengundang kita untuk percaya kepada-Nya serta menimba dari sumber air hidup yang memancar keluar dari dalam diri-Nya (lih. Yoh. 4:14).
Sungguh, pada zaman inipun ajaran Yesus masih tetap bergema kuat: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 6:27), Bahkan pertanyaan yang kita ajukan sekarangpun masih sama dengan pertanyaan yang diajukan oleh para pendengar pada waktu itu: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh. 6:28).
“Atas dasar itu semua maka saya telah mengambil keputusan untuk mencanangkan suatu Tahun Iman. Tahun itu dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012, yakni hari ulang tahun yang ke limapuluh dari pembukaan Konsili Vatikan II, dan akan ditutup pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, pada tanggal 24 November 2013,” ujar Paus Bendiktus XVI dalam Surat Apostolik yang diterbitkan sebagai “Motu Proprio” Pintu kepada Iman” di Basilika Santo Petrus, Roma, (11/10/2011).
Tema dari Sidang Umum Synode Para Uskup yang sudah diundang untuk hadir pada Bulan Oktber 2012 adalah “Evangelisasi Baru utuk Mentransmisikan Iman Kristiani”. Ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk untuk mengantar masuk segenap Gereja ke dalam suasana refleksi yang khusus dan menemukan kembali iman-kepercayaannya.
Ini bukan yang pertama kalinya Gereja dipanggil untu merayakan suatu Tahun Iman. “Pendahulu saya yang Mulia Hamba Tuhan Paus Paulus VI pernah memaklumkan itu pada tahun 1976 untuk memperingati kemartiran santo Petrus dan Santo Paulus pada peringatan sembilan belas abad tindakan yang paling luhur dari kesaksian mereka,” jelas Paus.
Itulah saat yang paling mulia bagi seluruh Gereja untuk menyatakan “suatu pengakuan yang otentik dan tulus dari iman-kepercayaan yang sama”.
“Apalagi beliau menghendaki bahwa hal itu masih dikuatkan lagi dengan cara baik pribadi maupun bersama-sama, baik secara bebas namun bertanggngjawab, baik secara lahir maupun secara batin, dengan rendah hati dan berterus-terang” ujar Paus.
Menurut Paus, pendahulunya itu pernah berpendapat, bahwa dengan cara demikian seluruh Gereja dapat memulihkan kembali “pemahaman yang tepat atas iman-kepercayaan itu, sehingga dengan demikian juga menguatkannya, memurnikannya, dan mengakuinya”.
Perayaan besar-besaran tahun itu, kata Paus semakin menunjukkan betapa umat memang membutuhkan perayaan semacam itu. Upacara penutupannya dengan Pengakuan Iman Umat Allah dimaksudkan untuk menunjukkan, betapa muatan hakiki iman itu yang selama berabad-abad telah membentuk warisan segenap orang yang percaya itu, perlu ditegaskan, dipahami dan diselidiki lagi secara baru, agar kesaksian iman itu menjadi konsisten dengan hal-ikhwal sejarah semasa yang berbeda sekali dengan yang dari masa lampau.