VATIKAN, 16 Maret 2013. Hari masih pagi, Sabtu lalu tanggal 16 Maret 2013, pukul 11.00 waktu Roma terjadi audiensi pertama Paus Fransiskus bersama 6000-an wartawan/wartawati seluruh dunia di Aula Paolo VI, Vatikan.
Bersama Pak Dubes RI untuk Italia, Malta, Siprus dan San Marino HE. August Parengkuan, dua sekretarisnya dan wartawati Kompas dari Belanda, Ibu Denny, kami tempati barisan kedua, tidak jauh dari Sri Paus. Penampilannya seperti biasa memikat massa. Lambaian tangannya sebatas dada disertai senyum ikhlas sambil berjalan sedikit lebih ke depan ke arah hadirin, menyambut pekikan tepuk tangan.
Kesederhanaan dan ketulusannya semakin menyentuh hati hadirin.
Di salam sambutan sekitar 15 menit itu, beliau menegaskan beberapa hal mendasar.
Katanya, Yesus Kristus adalah Gembala Utama Gereja. Dari awal Gereja tidak memiliki hakekat politik, melainkan hakekat rohani, yang mewartakan kebenaran, kebaikan dan keindahan (verita, bonta e belezza). Dan inilah pula tugas umat Kristiani saat ini untuk terus mewartakannya.
Akhirnya beliau menjelaskan namanya Fransiskus.
Ketika dirinya terpilih dan sudah berada di Kamar Air mata, beliau duduk berdampingan dengan Kardinal Claudio Humes dari Sao Paolo, Brasil. Kardinal Humes memberikan ucapan selamat kepadanya dengan kecupan persaudaraan sambil membisikkan kata-kata berikut ke telinganya: “Jangan lupa orang miskin“.
Kalimat ini, katanya terus berputar-putar di kepala ketika sedang mencari nama kepausannya. Segera beliau berpikir kepada Santo Fransiskus Assisi dan yakin bahwa nama kepausannya seharusnya Fransikus yang mereferensi kepada Fransiskus Assisi.
Jadi Fransiskus termaksud adalah Fransiksus Assisi.
Keutamaan Santo besar ini yang ingin dipanuti dan menjadi program Gereja Katolik ke depan, kata Paus pertama dari benua Amerika berkebangsaan Argentina ini, adalah Gereja yang miskin dan dekat dengan orang2 kecil. Gereja yang berdialog dengan umat beragama lain, dan Gereja yang menjaga integritas ciptaan (ekologi).
Beliau tidak menutup audiensi ini dengan ritual berkat, melainkan hanya memohonkan berkat dalam diam untuk semua yang hadir dan keluarga mereka. Tidak ada ritual tanda salib karena para jurnalis bercampur baur agama.
Mengikuti tradisi pendahulu-pendahuunya, di akhir audiensi Sri Paus bersalaman dengan orang-orang tertentu. Kali ini para pegawai Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial dan Press Release (Sala Stampa) Vatikan mendapat prioritas, juga wakil-wakil para jurnalis.
Sebagai orang terakhir di barisan ini, seorang buta yang dituntun anjingnya. Beliau mewakili kelompok orang kecil, sakit dan sederhana.
Kehadirannya memikat perhatian massa, sehingga di pintu keluar langsung diserbu para wartawan.