PADA Hari Hidup Bakti ke-26 tanggal 2 Februari 2022 kemarin, Paus Fransiskus membuat pernyataan menarik. Mengejutkan, tapi sekaligus membuat banyak religius yang tengah berada untuk tinggal atau belajar di “Kota Abadi” Roma sampai terhenyak kaget dan senang.
Betapa tidak. Karena Bapa Suci secara publik telah menyebut Indonesia sebagai ladang subur bagi panggilan hidup bakti sebagai religius. Baik itu imam, suster, dan bruder.
Krisis panggilan
Eropa dan belahan bumi lainnya sudah mengalami apa yang disebut dengan “krisis panggilan”.
Semakin lama semakin sedikit anak-anak muda yang masih menyatakan minatnya mau menjalani hidup bakti sebagai religius -apakah itu bruder, suster, atau imam- sekaligus menjadi imam diosesan. Bahkan, gereja-gereja di Eropa sudah “sepi” dari umat dan beralih fungsi menjadi kafe atau tempat lain. Biara-biara di Eropa juga sudah kosong melompong. Dijual untuk kebutuhan lain atau jadi museum dan bahkan hotel.
Tentu ada banyak alasan dan latar belakang sejarah sehingga hidup religius kian tidak menarik lagi bagi umat Katolik di belahan Eropa dan negara-negara lain.
Salah satunya adalah sekularisme -arus dan semangat zaman modern di mana masyarakat menarik garis jelas antara “urusan surgagi” dan “hal-hal duniawi”.
Pabrik subur bagi panggilan hidup religius
Menghadapi situasi macam itu, Paus Fransiskus dalam pidato di Gereja Basiliki Santo Petrus tanggal 2 Februari 2022 lalu menawari “jurus jitu” untuk mendapatkan solusi “praktis”, ketika panggilan hidup bakti kian merosot drastis dan kini sudah mendera Eropa.
“Coba tengok di pulau-pulau Indonesia, karena di sana masih banyak panggilan hidup bakti,” kurang lebih begitu kata Paus Fransiskus dalam uraian pidato panjang dalam bahasa Italia dan jelas-jelas menyebut “Indonesia” sebagai “pabrik sangat subur” bagi panggilan hidup religius.
“Ada krisis (panggilan), ya bukalah hati. Kurang panggilan, pergilah ke pulau pulau di Indonesia untuk menemukan seseorang di sana,” demikian ungkapan Sri Paus dalam teks pidato di Vatikan kemarin.
Membanggakan sekaligus jadi tantangan
Menjawab AsiaNews dan Sesawi.Net sekaligus merepon pidato Paus Fransiskus pada Hari Hidup Bakti ke-26 dalam pidatonya di Basilika Santo Petrus tanggal 2 Februari 2022 lalu, Dubes RI untuk Tahta Suci HE Amrih Jinangkung merasa “kaget” dalam artian bangga.
Ia sungguh tak menyangka bahwa Paus sampai “tahu” kondisi suburnya panggilan hidup bakti di berbagai daerah di Indonesia.
Pernyataan Paus itu juga harus dipahami sebagai tantangan. Dalam artian, kata Dubes Amrih Jinangkung, “Indonesia harus menyiapkan tenaga-tenaga kaum religius yang berkualitas dan berintegritas kalau dibutuhkan untuk menjadi tenaga misionaris di negara-negara yang kini sudah terdampak krisis panggilan.”
Menjawab AsiaNews dan Sesawi.Net, Ketua IRRIKA (Ikatan Rohaniwan-rohaniwati di Kota Roma) Romo Paulus “Polce” Halek Bere SS.CC menyampaikan tanggapannya berikut ini.
Dalam homilinya pada Hari Hidup Bakti ke-26 itu, demikian kata Romo Polce SS.CC, ia menangkap ada dua hal penting yang ingin ditekankan oleh Bapa Suci Paus Fransiskus.
Ada realitasnya bahwa akhir-akhir ini sudah terjadi krisis panggilan dalam hidup membiara.
Karena itu, kata Romo Polce SS.CC, “Paus mengajak setiap Kongregasi religius untuk berani ‘buka mata’ untuk melihat realitas ini.”
Namun, apakah karena krisis jumlah panggilan, maka Paus mengimbau Kongregasi-kongregasi religius yang kini mengalami kemerosotan dalam hidup bakti agar mau pergi ke Indonesia untuk bisa memukan seseorang dan kemudian bisa membawanya ke Eropa.
“Saya pikir ini sebuah ajakan dari Paus untuk Gereja Katolik di Eropa memperbaiki diri dan menemukan akar masalah mengapa hidup religius tidak lagi menjadi menarik dan juga untuk kita di indonesia mengapa masih ada panggilan dan subur lagi,” kata Romo Polce SS.CC. (Berlanjut)