Paus Kasih Contoh Dekat Anak-anak, Sekarang Pastor Kian Jauh

2
1,795 views

PAUS Pius X yang nama aslinya Joseppe Sarto dikenal sebagai Paus anak-anak. Setiap hari Minggu Paus Sarto ini mengajar katekese kepada anak-anak di halaman San Damaso di dalam tembok Vatikan. Paus Pius X lah yang mengizinkan anak umur 7 tahun sudah boleh terima komuni. Ketika seorang anak sudah bisa menggunakan akal budinya dan sudah mengerti, maka ia boleh menyambut komuni pertama.

Paus Yohanes Pauus I yang menjadi Paus hanya selama 33 hari dalam dua kali audiensi umum hari Rabu meminta supaya anak-anak duduk pada deretan bangku pertama dekat Paus. Ada wawancara terkenal yang sering diputar di Radio Vatikan Paus ini mengundang dua anak lelaki dan perempuan untuk mendekat pada Paus dan ditanyai: Namamu siapa (come ti chiami)?; Di rumah buat apa (che cosa fai a casa)? dst…

Wawancara sederhana yang lama kelamaan mengarah pada iman kepada Tuhan Yesus…!

Paus Yohanes Paulus II juga memberikan kesempatan spotan kepada remaja di Australia untuk bertanya apa saja kepada Paus.

Demikian pula Paus Fransiskus yang selalu dekat dengan anak–anak. Dialog Paus Fransiskus dengan pelbagai kelompok anak, remaja dan orang muda yang sudah mulai pada bulan Juni beberapa bulan setelah terpilih menjadi Paus tahun 2013 sekarang telah terbit menjadi buku dengan editor Pastor Antonio Spadaro SJ (Pemimpin Majalah Jesuit: La Civiltà Cattolica). Buku idu diberi judul  L’amore prima del mondo (Kasih di hadapan dunia).

paus pius dan anak-anak2
Paus Pius dan anak-anak.

Paus Benedictus XVI dan anak-anak

Salah satu dialog indah antara Paus Benedictus XVI dan anak-anak terjadi pada tgl 15 Oktober 2005 di Lapangan St. Petrus setelah anak-anak dari diosis Roma dan beberapa diosis di sekitarnnya menerima komuni pertama dari Uskup Roma Paus Benedictus XVI waktu itu.

Seorang anak bernama Livia bertanya kepada Paus: “Bapa Suci, apakah perlu setiap kali saya harus mengaku dosa, padahal dosa saya sama saja dan selalu saya akukan yang itu itu juga?”

Paus menjawab: “Memang benar, dosa kita selalu sama saja, namun bukankah kita juga setiap kali membersihkan rumah, kamar-kamar tidur kita, meskipun debu atau kotorannya sama saja? Karena kita selalu butuh rumah yang bersih, maka setiap kali kita membersihkannya. Kalau tidak, kotoran dan debu itu akan menjadi lebih banyak dan menumpuk.”

“Hal yang sama dapat dikatakan tentang jiwa kita: Jika saya tidak pernah mengaku dosa, jiwa kita akan terlantar dan merana, dan kita akan menjadi puas diri dengan keadaan diri kita apa adanya, dan kita tidak menyadari lagi bahwa kita harus bekerja lebih giat, membuat perbaikan – perbaikan hidup, supaya kita mendapatkan kemajuan.”

“Cara yang diberikan oleh Yesus untuk membersihkan jiwa kita itu adalah pengakuan dosa untuk membuat hati nurani kita lebih waspada, lebih terbuka dan dengan demikian membantu kita untuk menjadi lebih manusiawi dan lebih matang secara rohani. Pengakuan dosa diwajibkan untuk dosa berat, namun berguna pula sering mengaku dosa untuk menjaga kebersihan dan keindahan jiwa kita dan untuk mematangkan hidup kita hari demi hari”.

Seorang anak lain, Andrea, bertanya: “Apakah mungkin Yesus hadir dalam Ekaristi, karena tidak bisa dilihat?

pope-pius-xii-celebrates-his-birthday-with-children-e0mnd2
Paus Pius XII mendapat hadiah bunga dari anak-anak saat merayakan hut-nya by Alamy Photo

Paus Benedictus menjawab: “Bukan begitu…, kita memang tidak melihat-Nya, namun bukan berarti Dia tidak hadir. Banyak hal juga tidak kita lihat, tetapi ada. Misalnya, kita tidak bisa melihat pikiran kita; tapi kita tahu kita mempunyai pikiran. Kita juga tidak bisa melihat kecerdasan otak kita; tetapi kita tahu bahwa kita memilikinya. Kita juga tidak bisa melihat jiwa kita, namun kita bisa melihat tanda-tandanya: yaitu bahwa kita bisa berbicara, kita bisa berfikir dan bisa membuat keputusan dst. Contoh lain, kita tidak melihat aliran listrik, tetapi kita tahu listrik itu sekarang ada, karena mikrofon ini berbunyi dan lampu itu menyala. Kalau listrik mati, maka semua ini tidak berfungsi.”

“Kita memang tidak bisa melihat Tuhan Yesus dengan mata kita, namun kita bisa melihat kehadiran Yesus setiap kali kita melihat umat atau orang-orang berubah dan membarui diri: ketika mereka menunjukkan semangat lebih besar untuk menciptakan damai dan melakukan rekonsiliasi. Maka dari itu, kita memang tidak melihat kehadiran Yesus secara langsung, namun kita bisa melihat efeknya atau buahnya. Dan dari situ kita bisa mengerti bahwa Yesus hadir. Kehadiran yang tidak nampak itu adalah yang lebih mendalam dan paling penting. Maka marilah kita datang menjumpai kekuatan Allah yang tidak kelihatan itu yang akan membantu kita hidup dengan baik”.

paus benedictus anak-anak
Kardinal Joseph Ratzinger yang belakangan menjadi Paus Benedctus XVI juga dikenal dekat dengan anak-anak, namun publikasi mengenai hal ini sangat kurang. Ist)

Makin jarang bergaul dengan anak-anak

Sekarang ide tambahan saya.

Para pastor sekarang – termasuk saya juga – sepertinya semakin jauh dari anak–anak. Para pastor hanya berurusan dengan umat dewasa, orang tua, dewan paroki dst. Yang mengajar katekese di paroki juga para katekis paroki, bukan pastor lagi.

jp anak-anak by ABC
Paus Johannes Paulus II yang kini menjadi Santo pun sangat dekat dengan anak-anak dan rela memberi katekese iman kepada anak-anak by ABC News

Pastor adalah manusia yang dijauhkan dari anak-anak sehingga naluri kebapaan dan kebaikan hatinya mati, sebagai gantinya pastor tukang marah-marah karena stres berhadapan dengan masalah-masalah pastoral dan orang dewasa. Para pastor itu sepertinya kaku, kalau berhadapan dengan anak-anak. Apalagi ibu-ibu selalu mengatakan kepada anaknya: “Jangan ribut di Gereja, nanti pastor marah!”

Maka lengkaplah ‘penderitaan’ batin dan kesepian psikis yang dialami oleh para pastor itu. Ibu-ibu melakukan ‘pembunuhan karakter’ terhadap pastor di mata anak-anak; dan hasilnya anak-anak takut mendekat kepada pastor.

Teladan Paus Joseppe Sarto Pius X yang sebagai seorang katekis tetap menyempatkan diri untuk memberikan katekese kepada anak-anak itu dan para Paus yang masih memperhatikan anak-anak itu adalah contoh yang baik untuk para pastor sekarang. Tetapi ini kesan subjektif saya pribadi bahwa para pastor sekarang (atau uskup juga) tidak sering berkontak dengan anak-anak, apalagi memberikan katekese tentang iman kepada mereka.

Saya biasanya hanya mengajar frater dan memberikan katekese kepada orang dewasa, bahkan kepada suster dan para pastor juga kalau pas memberikan retret atau rekoleksi. Tetapi saya tidak pernah lagi mengajar anak-anak dan berkatekese tentang iman kepada mereka. Karena yang mengajar anak–anak di sekolah adalah frater.

Dan saya sebagai romo tua mengajar fraternya. Sedih sekali rasanya dijauhkan dari dunia anak–anak yang lucu dan gembira….!

Membaca laporan Andrea Tornielli di Vatican Insider bahwa Paus juga masih memberikan katekese kepada anak-anak, maka ada kerinduan hati saya juga untuk mengajar katekese kepada anak-anak TK atau SD kelas 1–3; karena suasana itu adalah sangat menyenangkan, daripada mengajar frater atau calon katekis yang kadang bisa membosankan.

Kredit foto: Getty ImageS, ABC

2 COMMENTS

  1. Selamat pagi, Berkah Dalem
    Di Paroki saya,Paroki Wedi, setiap Missa selalu ada pemberkatan anak oleh Romo. Demikian pula anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran komuni I selalu menemui Romo setelah Misa- untuk minta tandatangan.

    Paling tidak, secara formal terlihat hubungan antara anak2 dengan Pastor. SECARA FORMAL.

    Sebagai bagian dari umat di Paroki, sekilas mengamati (belum meneliti lhooo..) bahwa Tata Organisasi Paroki menjadi pembatas atau penghalang bagi Romo untuk lebih berperan sebagai Gembala, karena Romo Kepala otomatis menjadi Ketua Dewan Paroki, sementara Romo yang lain menjadi Wakil (bdk. dengan artikel di atas). Dengan jabatan formal sebagai Ketua, maka dengan sendirinya Romo mempunyai tugas yang sagat berat; apalagi kalau menyangkut pertanggunggjawaban keuangan. Romo harus memimpin penyusunan RKT dan RAB,mengendalikan keuangan, dan masih harus melaksanakan tugas penggembalaan : Missa Lingkungan, Pelayanan Sakramen dll. Tidak heran bila Romo kurang mempunyai waktu untuk anak-anak.

    Oleh karena itu saya mempunyai gagasan, bagaimana kalau Tata Organisasi Gereja direvitalisasi. Bukan untuk revolusi radikal, tetapi agar Romo mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan tugas penggembalaan iman khususnya kepada anak-anak yang merupakan tunas-tunas Gereja masa depan. Bentuk Tata Organisasi gagasan saya adalah
    1. Dewan Pembina yang terdiri dari Romo Kepala Paroki sebagai Ketua dengan anggota Romo2 lainnya serta beberapa sesepuh awam (diangkat oleh Keuskupan), yang mempunyai kewenangan mengesahkan RKT/RAB, hak veto, meminta LPJ tahunan terhadap Dewan Paroki.
    2. Dewan Paroki : Lembaga eksekutif Paroki, yang diketuai oleh awam, dengan susunan tata organisasi menyesuaikan kondisi dan situasi paroki masing-masing.

    Demikian gagasan saya terimakasih berkenan membaca.

    Jayatun
    Pangrawit Dalem Gusti – salah satu umat di Paroki Wedi – KAS.

  2. Beruntungnya, romo-romo di paroki Katedral Jakarta sangat dekat dengan anak-anak… mulai dari menyapa, menepuk-nepuk kepala mereka, mengajak anak-anak mendekat saat ekaristi di misa keluarga serta berbincang hal apapun dengan mereka sesudah misa. Saya melihat hal yang positif, karena anak-anak menjadi nyaman berada di lingkungan gereja dan mau ikut melayani sesuai usia mereka. Berkah dalem

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here