ROMA, SESAWI.NET – MODEL ekonomi yang fokus pada pengumpulan keuntungan yang sebesar-besarnya serta gaya hidup egois atau mementingkan diri sendiri dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya tragedi kelaparan yang terus berkajang di dunia ini. Korbannya sudah jelas, jutaan anak dan orang miskin terlantar.
Demikian diungkapkan Paus Benediktus XVI dalam sambutannya pada Konferensi tahunan tentang “kelaparan” yang dihelat oleh organisasi pangan dunia, FAO dan bermarkas di Roma, Jumat (1/7) lalu.
Keadaan ini, menurut Benediktus perlu ditanggapi dengan cepat oleh lembaga internasional seperti FAO dengan kembali mempromosikan nilai-nilai yang dihidupi keluarga petani dan kembali pada kehidupan desa yang penuh dengan solidaritas dan saling mendukung.
Paus menekankan pentingnya keadilan ekonomi. Tanpa keadilan ekonomi, banyak anak dan manusia dewasa yang tidak terpenuhi kebutuhan gizinya secara memadai sekarang ini.
“Perhatian saya terutama pada jutaan anak-anak yang menjadi korban tragedi ini. Mereka dihukum dengan kematian dini, perkembangan fisik dan psikis yang terbelakang, menjadi korban eksploitasi namun mendapatkan gizi seadanya,” jelas Paus sedih.
Paus juga mengungkapkan bahwa penyebab kelaparan semacam tidak dapat ditemukan hanya dalam pembangunan-pembangunan teknis seperti siklus-siklus produksi atau nilai-nilai komoditi.
“Kemiskinan, negara yang tidak berkembang, dan tentu saja kelaparan sering merupakan hasil dari perilaku egois yang lahir dari hati manusia dan mewujud dalam kehidupan sosial, pertukaran ekonomi dan dalam kondisi pasar dimana akses pada makanan begitu minim,” ujar Paus.
“Bagaimana kita bisa diam dengan situasi demikian bahkan saat makanan sudah menjadi obyek spekulasi atau terikat kuat dengan pasar uang, kurangnya aturan yang jelas dan prinsip-prinsip moral dan yang tujuan utamanya hanya profit?” tegas Paus.
Paus bahkan menyebutkan bahwa dalam data yang diperoleh PBB sendiri tampak jelas bahwa produksi pangan secara global sebenarnya dapat memberi makan bagi populasi manusia di seluruh dunia.
Sayang, komunitas internasional justru membatasi pertolongan bagi mereka yang sebenarnya mendesak untuk dibantu. Karena itu, para ahli, kata Paus, perlu memaparkan masalah dan strategi jangka panjang untuk mengatasi persoalan pembangunan dan dimensi kemanusiaan ini, bukan hanya melulu fokus pada keuntungan ekonomi.
Paus juga meminta dukungan internasional untuk mempromosikan nilai-nilai yang tumbuh dalam keluarga petani sebagai komponen kunci ekonomi nasional suatu bangsa. Keluarga tradisional, katanya, telah menunjukkan dirinya sebagai instrumen yang kompeten dalam produksi hasil-hasil pertanian dan demi pelatihan ketrampilan bagi generasi selanjutnya.
“Keluarga tradisional bukan hanya model atau contoh khususnya dalam hal semangat kerja, tetapi juga dalam semangat hidup solider yang konkret dimana peran wanita di dalamnya sangat kuat,” jelas Paus.
Source: Catholicnews