PAUS Fransiskus menyerukan diakhirinya kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta di Myanmar. Ia menyerukan kepada junta militer untuk segera membebaskan tahanan politik dan mengizinkan negara itu melanjutkan perjalanannya menuju demokrasi.
Paus Fransiskus sekali lagi mengangkat suaranya mendukung rakyat Myanmar hari Rabu kemarin (3/3/2021), setelah tindakan keras mematikan terjadi dan dilakukan terhadap para pengunjuk rasa.
Pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 30 orang yang berpartisipasi dalam pawai pro-demokrasi sejak kudeta militer 1 Februari 2021.
Meratapi bentrokan mematikan itu, Paus meminta junta militer yang berkuasa untuk menghentikan kekerasan.
“Saya ingin menarik perhatian pihak berwenang yang terlibat pada fakta bahwa dialog menang atas penindasan dan harmoni atas perselisihan,” kata Paus Fransiskus.
Ia juga mendesak masyarakat internasional untuk “memastikan bahwa aspirasi masyarakat Myanmar tidak tertahan oleh kekerasan.”
“Semoga kaum muda dari negeri tercinta itu diberikan harapan masa depan di mana kebencian dan ketidakadilan membuka jalan untuk perjumpaan dan rekonsiliasi,” katanya.
Pembebasan tahanan politik
Tatmadaw, militer Myanmar, merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari dan kemudian menahan banyak pemimpin politik.
Aung San Suu Kyi, yang saat itu menjabat sebagai Penasihat Negara, pemimpin de facto, dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian, ditangkap dan menghadapi beberapa tuduhan, termasuk menyebabkan “ketakutan dan kewaspadaan” dan memiliki peralatan komunikasi yang diimpor secara ilegal.
Dalam seruannya itu, Paus Fransiskus meminta junta militer segera membebaskan tahanan politik dan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan demokrasi.
“Akhirnya, saya mengulangi harapan yang saya ungkapkan sebulan lalu,” katanya, “bahwa jalan menuju demokrasi yang diambil dalam beberapa tahun terakhir oleh Myanmar dapat dilanjutkan melalui tanda nyata dari pembebasan berbagai pemimpin politik yang dipenjara.”
Tindakan kkeras yang kejam
Seruan Paus datang setelah tindakan keras baru-baru ini terhadap pengunjuk rasa. Setelah hampir sebulan demonstrasi damai menentang kudeta, pasukan keamanan mulai menggunakan amunisi tajam terhadap pengunjuk rasa di seluruh negeri selama akhir pekan.
Tepat pada hari Rabu, hari yang sama dengan seruan Paus di Audiensi Umum, polisi menewaskan sedikitnya 9 orang yang berpartisipasi dalam pawai pro-demokrasi.
PS: Sumber dari tulilsan Devin Watkins (Vatican News)