Renungan Harian
Minggu, 03 April 2022
Hari Minggu Prapaskah V
Bacaan I: Yes. 43: 16-21
Bacaan II: Flp. 3: 8-14
Injil: Yoh. 8: 1-11
PAWANG hujan menjadi berita yang luar biasa heboh atau trending topic, bahasa anak sekarang, ketika gelaran balap motor di Mandalika usai. Tayangan, foto dan berita tentang pawang hujan muncul di berbagai media, baik foto pribadi maupun saat sedang beraksi.
Kehebohan berita tentang pawang hujan, pertama-tama bukan soal keberhasilannya menghentikan hujan sebagaimana diharapkan; akan tetapi tanggapan dari berbagai kalangan tentang aksi pawang hujan ini.
Banyak orang memberi komentar positif, mengakui kehebatan dan keberhasilan pawang hujan dengan berbagai pujian. Namun pada saat yang sama tidak sedikit pula yang memberi komentar negatif, sinis dan bahkan menghujat.
Komentar-komentar sinis dan hujatan banyak diberikan oleh mereka yang menyebut diri orang-orang beragama dan tokoh-tokoh agama.
Mereka yang sinis dengan pawang hujan ini membuat gambar-gambar lucu dengan maksud mengejek dan membuat komentar-komentar yang mengejek. Sedangkan “kaum agama” menghakimi pawang hujan ini berdasarkan keyakinannya masing-masing.
“Kaum agama” melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pawang hujan ini tidak selayaknya dan sepantasnya ditampilkan dalam sebuah gelaran besar seperti itu. Ketidaklayakan dan ketidakpantasan terletak pada pelanggaran norma-norma agama yang dianut para penghujat ini.
Bahkan ada tokoh agama yang dengan jelas dan terang-terangan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh pawang hujan ini “kerja sama” dengan setan.
Ada pertanyaan besar dalam diri saya, yang membuat saya termenung.
Apakah saya berhak “mengadili” seseorang yang berkeyakinan lain dengan saya, ketika dia melakukan apa yang diyakininya?
Tentu saya berhak “mengadili” manakala yang dilakukan mengganggu banyak orang. Dalam kasus ini apa yang dilakukan tidak mengganggu dan justru membantu, meski berbeda dengan norma yang kuyakini.
Dan lagi dia tidak melanggar norma itu karena dia tidak meyakini keyakinan yang saya anut.
Hal lain bagaimana mungkin saya mengatakan bahwa dia “bekerjasama” dengan setan, sementara saya tidak pernah tahu persis tentang keyakinan dia dengan paham keselamatan yang diyakini serta dipahaminya.
Saya tidak ingin masuk dalam perdebatan dan penghakiman itu, tetapi saya melihat dalam diri apakah benar saya di dalam semua tindakan dan keputusan selalu berdasarkan kehendak dan tuntunan Roh Kudus?
Apakah benar semua tutur kata yang keluar dari ku berdasarkan terang dari Roh Kudus?
Kalau tidak dari mana sumber tindakan, keputusan dan tutur kata yang keluar dari lisanku? Jangan-jangan saya mengadili orang yang “bekerjasama” dengan setan berdasarkan “tuntunan” setan juga.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes mengingatkan agar tidak mudah menghakimi orang lain.
“Barang siapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”