Sabtu, 4 Desember 2021
Yes. 30:19-21.23-26.
Mzm. 147:1-6.
Mat. 9:35-10:1.6-8
SERING kali kita lihat di paroki, stasi, lingkungan atau di komunitas ada orang yang cenderung bekerja sendiri.
Susah sekali untuk bekerja bersama orang lain atau pun melibatkan orang lain.
Hingga kadang teman-teman menjadi pasif bak penonton pertunjukkan. Mereka tidak diajak berpikir dan berproses bersama.
Padahal semakin banyak orang bekerja dengan all out, tujuan bersama akan cepat teraih.
Mestinya kesuksesan apa pun dari setiap keputusan adalah keputusan bersama, bukan karena satu orang.
Namun tidak dipungkiri juga bahwa masih ada orang yang mencari panggung bagi diri sendiri.
“Pernah ada ketua lingkungan yang mutung, ketika dia seakan tidak dihargai oleh umat lingkungannya yang tiba-tiba mengundang pastor untuk misa di rumahnya,” kata seorang teman.
“Bapak ketua lingkungan yang terhormat itu merasa bahwa pengabdiannya selama bertahun-tahun tidak diapresiasi oleh pastor parokinya. Ia merasa tidak dianggap,” lanjutnya.
“Selama ini, da bagai pemilik umat di lingkungannya. Semua harus lewat dia, semua harus lapor kepadanya, semua harus sepengetahuan dia. Kadang ia bisa membatalkan dan meniadakan kegiatan di keluarga, jika itu menurutnya tidak sesuai dengan pikirannya. Dan itu dilakukannya tanpa sepengetahuan pastor paroki atau minta pendapatnya,” katanya lagi.
“Lingkungan adalah panggung bapak ketua lingkungan ini, maka dia selalu berusaha menjaga keberadaannya dan selalu ingin mendapatkan ruang dalam kegiatan keluarga-keluarga di lingkungan itu,” lanjutnya.
“Maka ketika ada orang yang melewati keberadaannya, dia tidak tersinggung dan marah bahkan sampai mutung,” katanya lagi.
Hari ini dalam bacaan Injil kita dengar demikian,
“Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
Setiap orang yang mengikuti Yesus seharusnya menjadi pekerja.
Kita semua dibutuhkan menjadi pekerja-pekerja tetap di mana pun dan kapan pun untuk menolong sesama yang lelah dan telantar, bukan menjalankan agenda pribadi kita.
Kita harus keluar dari “menara gading” kita dengan membawa-serta keramah-tamahan atau pikiran terbuka dan kemauan untuk mendengarkan orang-orang lain.
Kita ini pekerja kebun milik Tuhan. Bukan pemimpin perusahan pribadi.
Ada aturan main yang jelas dan harus dipatuhi dalam karya reksa pastoral.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa bekerja dengan hati dan pikiran serta perasaan yang terbuka?