Rabu, 18 Agustus 2021
Hak.9:6-15.
Mat.20:1-16a
SERING kali, kita mendengar doa bagi orang yang sudah meninggal, “semoga diterima di sisi Tuhan sesuai dengan amal bakti selama hidupnya di dunia ini.”
Benarkah keselamatan itu dicapai hanya oleh amal bakti manusia selama hidup di dunia?
Melalui bacaan Injil hari ini, kita diingatkan oleh Tuhan. Hidup kekal itu dianugerahkan Tuhan sesuai dengan kemurahan hati Tuhan.
Kemurahan hati Tuhan menjadi pintu yang membuka keselamatan bagi kita.
“Romo, rasanya tidak adil dan tidak mendidik umat. Untuk aktif dalam hidup menggereja,” protes seorang aktivis.
“Mengapa?” tanyaku
“Itu tentang pelayanan yang diberi secara berlebihan pada orang yang dibaptis darurat dan kemudian meninggal,” katanya menjelaskan.
“Saya kira tidak ada pelayanan yang berlebihan. Ketika seorang itu sudah dibaptis, maka tugas dan tanggungjawab kita memberi pelayanan semaksimal mungkin,” jawabku.
“Iya, tapi menurut perasaan saya itu kurang adil saja. Dengan umat yang sejak bayi menerima pembaptisan dibandingkan mereka yang semasa hidupnya tidak pernah melirik Gereja. Tapi, giliran sakit keras dan mau meninggal minta dibaptis, kemudian mendapat pelayanan yang sama,” sahutnya.
“Yang baptis bayi harus ikut aturan, harus ikut kegiatan dan macam-macam tuntutan dalam kehidupan menggereja,” sahutnya lagi.
“Saya kira tidak dengan serta merta orang minta dibaptis, pasti sudah ada proses pengolahan di dalam hatinya. Kapan itu mulai terjadi, yang tahu hanya bersangkutan dan Tuhan,” sahutku.
“Kalau ada umat yang lalu berpikir, nanti aktifnya hidup menggereja kalau sudah tua saja,” sanggahnya.
“Jika ada yang berpikir seperti itu pun kita akan layani. Namun itu menunjukkan kekurangdewasaan iman kita,” ujarku.
“Aktif hidup menggereja itu bukan kewajiban. Namun ucapan syukur penuh kegembiraan serta sukacita sebagai orang beriman,” ujarku lagi.
“Justru kepada orang yang tidak berdaya, pelayanan kita itu harus lebih dioptimalkan. Termasuk kepada mereka yang bertobat dan mau menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, meski dalam keadaan darurat,” ujarku lagi.
Pelayanan dengan murah hati bukan murahan. Itulah yang semestinya kita lakukan.
Model pelayanan itu akan menampilkan wajah Tuhan yang sungguh murah hati.
Seperti bacaan Injil hari ini, “Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”
Kita semua diingatkan oleh Tuhan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga tidaklah diukur dari besarnya jasa dan hak manusia tetapi semata-mata pada kasih Tuhan.
Apakah aku juga mau bermurah hati kepada sesama?